9

3K 134 1
                                    

"Nanti malam kita diundang Rachel, Mas."

"Yakin kamu mau kita datang?" tanya Shem yang sedang menyisir rambutnya di depan cermin.

Rania membantu Shem mengenakan jas dan merapikan dasinya. Pagi ini Shem akan kembali ke hotel.

"Tidak ada salahnya untuk datang," jawab Rania datar. "Oh iya, hari ini aku mau bertemu Ibu. Katanya minta ditemani mencari pakaian untuk acara nanti malam."

Shem menyemprotkan parfum sebagai penutup penampilannya. Wangi yang kini sangat akrab bagi hidung Rania.

"Terserah kamu saja. Sebenarnya aku tak suka acara seperti itu. Hmm ... Ibu seperti dapat anak baru pengganti Sindy. Kamu pasti akan sering diminta menemani Ibu."

Shem menerima tas yang diberikan Rania. Menciumi kening dan kedua pipinya lalu tergesa untuk pergi. Shem sepertinya akan terlambat. Ini sudah pukul tujuh lebih.

"Andai aku Amoeba, pasti aku sudah membelah diri. Satunya ke hotel, satu lagi tinggal di sini," candanya sebelum benar-benar pergi.

"Cloning dong, Mas. Masa Amoeba?" balas Rania. Melepas Shem dengan senyuman termanisnya.

Menunggu Shem pulang kerja menjadi aktivitasnya setiap hari. Rania kembali masuk. Membawa piring dan gelas kotor dari meja makan ke wastafel. Sejenak Rania hanya mematung. Membayangkan acara nanti malam, yang berarti suaminya akan kembali bertemu Rachel. 'Benarkah Shem telah benar-benar melupakan gadis itu?'

Segera ditepisnya segala prasangka. Bukankah Tuhan akan mengikuti prasangka hamba-Nya? Semacam kejadian yang lebih dulu dihadirkan dalam pikiran. Tinggal menunggu waktu menjadi kenyataan. Prasangka adalah doa.

Setelah semua pekerjaan rumah selesai, Rania cepat-cepat mandi dan bersiap untuk pergi. Pukul 11, Ibu akan menunggu di butik langganannya. Dengan memesan taksi online, tak butuh waktu lama untuk segera sampai di tempat itu.

Ibu sedang ditemani seorang gadis muda dengan beberapa baju di tangannya ketika Rania datang.

"Kamu ke sini naik taksi online?" Ibu bertanya.

"Iya, Bu. Mas Shem kan kerja."

Ini pertama kali ia datang ke tempat itu. Pakaian-pakaian dengan harga selangit karya beberapa desainer ternama sebagian terpajang diperagakan manekin.

"Kenapa kamu tidak minta Shem beli mobil satu lagi? Nanti pekerjakan satu orang untuk supir," usul Ibu. Tangannya memegang gaun cantik berwarna hitam.

Rania menelan ludah. Ibu mengatakan perihal mobil seperti meminta kacang goreng. Selama pernikahannya, ia tidak berani meminta apa pun dari suaminya. Shem sudah cukup banyak memberi nafkah untuknya. Dalam kartu debet yang diberikan Shem, ia bisa membeli apa pun yang diinginkan.

"Nanti Rania pertimbangkan ya, Bu." Rania tidak membantah. Takut ia salah bicara.

Ibu mengajak Rania memilihkan beberapa pakaian. Rania sebenarnya tidak terlalu paham dengan fashion. Ia hanya mengikuti naluri, baju mana yang cocok untuk perempuan seusia ibu mertuanya.

"Kamu juga coba ambil beberapa, Sayang. Ibu lihat bajumu modelnya begitu saja. Sekarang kamu itu sudah menjadi istri Shem, pewaris Blue Safir. Jadi, harus memantaskan diri. Coba contoh Rachel. Dia itu pandai membawakan diri."

Rania menggigit bibir bawahnya. Lagi-lagi masalah penampilan.

"Ibu sangat dekat dengan Rachel?" Rania mengalihkan pembicaraan.

"Dia sudah seperti anak gadis ibu sendiri. Ibu kira dia akan menjadi menantu Ibu. Seandainya Ibu punya anak laki-laki selain Shem, pasti Ibu sudah menjodohkannya dengan Rachel."

Suamiku Terlalu Ganteng (Shem dan Rania) TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang