Kilas Balik 1 : Gadis Fotocopy

2.8K 132 5
                                    

“Ran, coba lihat siapa itu!” seru Indah. Telunjuknya mengarah kepada sosok jangkung yang baru saja melintas beberapa meter di depannya

Rania mendongak ke arah pria yang berjalan bersama ketiga orang lainnya. Dua diantaranya adalah perempuan.

“Siapa emang?” tanya Rania. Pandangannya beralih kepada lembaran kertas di tangannya. Tugas kuliah yang harus dikumpulkan siang ini.

“Hadeuh, Lo ga gaul amat sih! Dia itu keajaiban dunia nomor sepuluh.” Mata indah terus mengekori pria itu sampai menghilang di gerbang kampus.

“Yang kesembilan apaan?” Rania berpikir berat.

“Ya Lo sendiri! Heran gue. Bisa-bisanya ga tertarik sama cowok ganteng nan tajir macam Shem.” Perempuan berambut sebahu itu menepuk kening. Rania memang temannya yang paling tidak antusias ngomongin cowok ganteng.

Rania menyentuh kening Indah dengan telapak tangannya. Seperti sedang mengukur suhu tubuhnya.

“Kamu itu mengidap penyakit jomblo nomor satu. Pemuja rahasia cowok-cowok ganteng!”

“Sialan!”

Rania terkekeh. Disusunnya kembali lembaran tugas yang sudah ia baca sebelumnya.

“Lagian kalau lihat cowok ganteng tuh jaga pandangan! Ntar kelilipan gimana?”

“Mau dong gue kelilipan cowok ganteng! Nantikan didatengi Shem lalu ditiup-tiuplah mata gue kayak di film-film.”

Rania menggelengkan kepalanya. “Udah, ah. Kasihan telingaku dari tadi ngomongin San seorang! Aku mau jilid makalah dulu. Bentar lagi masuk kelas.”

“Shem, Rania! Bukan San ...,” protes Indah tak terima. Rania melenggang tak peduli.

***

Tak biasanya beberapa warung fotocopy di dekat kampus penuh sesak. Tidak ada pilihan. Rania memilih sebuah warung fotocopy terdekat yang paling sedikit antriannya. Ada sekitar lima orang yang sedang mengantri.

“Aduh, Mas. Dompetku ga tau di mana. Ketinggalan kayaknya. Boleh ngutang ga?”

Telinga gadis itu menangkap sedikit keributan.

“Yah, Mas ini … ganteng-ganteng srigala. Eh, maksudnya ganteng-ganteng kok kere!” jawab tukang fotocopy.

“Situ jangan suka menghina ya! Kalau mau warung ini beserta seisinya, bisa saya beli sekarang juga!” Suara pria itu naik pitam.

“Lha bayar fotocopyan aja ga bisa, bilang mau beli warung saya.”

Rania menghela napas. Kalau mereka berdua terus adu mulut, kapan selesainya? Rania melirik jam tangannya gusar lalu memilih ke depan memotong antrian.

“Biar saya yang bayar aja, Mas. Satuin sama biaya jilidan punya saya.” Rania menyimpan tugasnya di atas etalase kaca lalu kembali ke belakang.

“Baik banget sih, Mba. Aku doain ya biar dapat suami ganteng dan baik hati.” Mas tukang fotocopy mendelik kepada lelaki itu dan menyerahkan fotocopyan miliknya.

Lelaki itu meninggalkan kerumunan antrian. Ditengok sebentar wajah gadis yang katanya ingin membayar tagihan fotocopyannya. Ia merekam wajah itu dalam ingatannya. Suatu saat ia akan membayar semua utangnya.

“Makasih, Mba,” ucapnya pelan sebelum berlalu.

Gadis itu hanya mengangguk tanpa meliriknya sama sekali. Ia terlalu sibuk menghitung kecepatan detik jam tangan dengan antrian di depannya.

‘Baru saja jadi donator recehan aja gayanya sudah selangit!’ gumamnya dalam hati melihat gadis itu sama sekali tak mempedulikannya. Untuk pertama kalinya, ia merasa wajah gantengnya tidak berguna di hadapan gadis itu.

Suamiku Terlalu Ganteng (Shem dan Rania) TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang