Break cerita Retaz. Maaf kalau sangat pendek 😁
"Kak Retaz, sini dong! Bantuin ngerjain soal-soal ini," pinta seorang perempuan berseragam putih abu. Dia duduk bersama tiga teman perempuan lainnya.
Mendengar namanya dipanggil, Retaz menghampiri mereka. Dilihat sebentar soal-soal di buku yang disodorkan kepadanya. Tangannya sibuk mencorat-coret sesuatu.
"Ah, kalian belajar yang rajin dong! Ini pakai Hukum Pascal." Mulutnya komat-kamit menjelaskan bunyi hukum dan rumusnya.
"Mas, boleh foto bareng ga?" Seorang gadis muda menghampiri Retaz. Tampak malu-malu sambil memegang ponselnya.
"Kalian aku tinggal dulu, ya!" ucap Retaz kepada anak-anak SMA yang sering datang ke kafenya tersebut.
"Iya, deh. Penggemarnya banyak sih!" celetuk salah satu dari mereka. Retaz tersenyum berbarengan dengan lambaian tangannya. Pria itu kemudian berfoto sebentar dengan gadis muda tadi.
Retaz masih terlihat sibuk mondar-mandir memenuhi satu-satu permintaan tamunya. Bagi D'Orange, Retaz bukan hanya seorang owner, tetapi juga ia sudah seperti magnet. Menu yang ada di kafe itu, sama menariknya dengan sosok pemiliknya.
Dari mulut pintu, terlihat sosok perempuan berperawakan tinggi dengan kulit putih mirip Shem masuk lalu menduduki salah satu kursi kosong. Perempuan itu mengamati sebentar sekeliling kafe, lalu tersenyum saat Retaz dengan antusias bergabung ke mejanya.
"Ada yang tidak bisa digantikan oleh bisnis makanan delivery order. Suasana, tempat dan spot foto yang instagramable, juga ownernya yang serupa artis. Sempurna!" celoteh Sindy antara memuji dan menyindir Retaz yang sering diminta berswafoto oleh para pengunjung.
"Sepertinya hanya kamu pengunjung yang tidak tertarik berfoto denganku," timpal Retaz.
"Kamu? Hei, ingat aku dua tahun lahir lebih dulu daripada kamu Anak Muda!" protes Sindy.
"Jadi, aku harus manggil kamu dengan 'Mbak'? Atau Kakak? Aku rasa wajahmu tak kalah cantik dengan gadis-gadis muda itu!" Retaz mengangkat dagunya ke sekumpulan gadis bertampang mahasiswa di meja yang lain.
"Kamu sedang merayuku lagi? Dengar ya Retaz Nalendra! Bagiku kamu seperti Shem, seseorang yang lebih pantas kusebut adik."
"Dengarkan aku juga Sindyana Almahira! Usia dengan kedewasaan itu berbeda. Meski usiaku lebih muda, aku masih bisa menjadi sandaran bagi perempuan yang dari luar terlihat kuat sementara dalam hatinya sangat rapuh dan penuh dengan goresan luka."
Sindy tersenyum sinis. Matanya memandang Retaz tak percaya. "Hatiku memang dipenuhi luka hingga tak ada tempat lagi untuk cinta. Bagiku pernikahan adalah ikatan ter-absurd antara dua anak manusia. Ikatan yang pada akhirnya hanya melegalkan dan melanggengkan dominasi sistem patriarki di dunia. Kau tahu apa yang terjadi ketika seorang perempuan telah menandatangani akta nikahnya? Itu berarti dia sudah terikat kontrak seumur hidup untuk melakukan apa saja sesuai keinginan lelakinya."
"Kamu lebih terdengar seperti feminis! Jangan membuat generalisasi seperti itu. Tidak semua pernikahan bernasib seperti pernikahanmu. David ...."
"Stop! Jangan sebut lagi nama itu. Dan jangan membicarakan dongeng Cinderella lagi saat bersamaku," potong Sindy kesal. Napasnya tersengal tak beraturan.
"Maafkan aku," sahut Retaz. Rupanya Sindy masih menyimpan banyak trauma pada pernikahan sebelumnya. "Kita bicarakan yang lain. Aku pesankan sesuatu untukmu."
Sindy mengangguk. Kemarahannya perlahan reda. Retaz meminta pegawainya membawakan dua gelas Summer Fruit Daiquiris.
"Cobalah! Minuman ini berisi buah peach dengan campuran gula dan perasan jeruk lemon. Sangat segar."
Sindy menyeruput minuman itu. Membasahi kerongkongannya yang terasa kering.
"Menyegarkan. Cocok sebagai minuman musim panas."
Setelah itu, mereka kembali berbincang. Tentang dunia bisnis yang mau tidak mau harus ramah dengan dunia digital.
Dari arah pintu berjalan tergesa seorang perempuan berjilbab putih bermotif bunga lili merah. Langkahnya langsung terhenti saat matanya menangkap bayangan Sindy dan Retaz tengah asyik bercengkrama dalam satu meja.
Sesaat Rachel hanya mematung. Ia menggigit bibir bawahnya. Seperti ada yang mengiris hatinya. Perih. Perempuan itu merasakan kedua matanya mulai menghangat. Rachel membalikkan badan. Berlari menuju parkiran.
Gadis itu menangkup wajah dengan kedua tangan. Tertunduk dengan mata basah di atas setir mobilnya.
Rachel mengangkat lagi wajahnya, menarik paksa kerudungnya. Lalu melemparkan kain segiempat itu ke sisi kirinya. Rambut panjangnya kembali terurai.
"Bukankah kamu ingin melihat aku memakainya?" rintihnya lagi. "Lalu apa yang kau lakukan tadi? Kenapa harus dengan Kak Sindy? Kenapa?" Gadis itu terisak. Hatinya kembali perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Terlalu Ganteng (Shem dan Rania) Terbit
RomanceSetiap orang pasti menginginkan teman hidup terbaik dalam sebuah pernikahan. Apakah setiap orang yang saling mencintai pasti bertemu dalam pernikahan? Bagaimana kalau ternyata dia yang ditakdirkan itu bukan orang yang diharapkan? Bisakah cinta itu d...