1

4.4K 194 3
                                    

Rania menopang dagu pada bingkai jendela kamarnya. Dibiarkannya angin malam menyapu wajah dan meninggalkan jejak dingin di sana. Pandangannya tertuju pada galaksi bima sakti yang terbentang di langit tanpa rembulan. Hatinya resah malam ini.

Gadis itu masih meyakinkan diri bahwa esok adalah hari pernikahannya. Sebentar lagi, ia akan mencatatkan diri sebagai istri dari Shem Alfawaz. Lalu kenapa hatinya masih ragu? Rania menggeleng. Segera ditepisnya rasa itu. Bukankah setan tidak menyukai pernikahan sebagaimana ia sangat mencintai perzinahan?

Lelaki itu akan sangat mudah mendapatkan perempuan mana pun yang dia inginkan. Rania tahu, hampir semua perempuan di kampusnya mengidolakan Shem. Banyak yang rela berbuat apa saja demi menarik perhatiam seorang Shem Alfawaz. Sedangkan dirinya sama sekali tak tertarik untuk ikut-ikutan norak seperti teman-temannya. Ia memilih bersikap biasa dan menganggap pria itu hanya sesosok yang tak penting saja.

Wajar kalau Rania merasa heran sekaligus ragu dengan ajakan 'gila' Shem sore itu. Orang lain yang berlomba, kenapa ia yang malah mendapat piala?

Rania mendesah lalu beranjak mengambil telepon selulernya di atas nakas. Ia butuh teman bicara. Jemarinya menyentuh nama 'Indah Rese' lalu segera terdengar teriakan di sana.

"Woi, calon manten? Ngapain malem-malem telepon gue? Lo udah ga tahan ye pingin segera dihalalin Babang Tampan Sejagat Raya?"

"Dasar bawel! Serius dikit napa, Ndah? Aku ragu tingkat Dewa 19 nih!" Rania membaringkan tubuh di atas ranjang yang sudah dihias demi acara sakral besok pagi.

"Kalau Lo ragu gimana kalau kita tukeran? Lo jadi istri suami gue, biar gue aja yang nikah sama Shem."

Rania menepuk keningnya. Pernikahan tidak juga meluruskan otak sengklek sahabatnya. Ya, karena pernikahan itu tidak mengandung mantra sihir yang bisa membuat watak orang berubah seketika.

"Woi ingat suami! Baru nikah tiga bulan aja udah niat jadi pelakor?" seru Rania di ujung telepon.

"Denger ya Sweetheart, sekarang gue mau serius. Lo dan Shem sudah sepakat menikah besok jadi apapun yang terjadi the show must go on. Dia adalah jawaban atas doa-doa Lo selama ini. Bukankah Lo suka bilang pingin cepet nikah setelah lulus sama orang yang bener-bener mencintai diri Lo? Menurut gue, ga akan sulit bagi Lo untuk mencintai suami sekeren Shem."

'Tumben Indah jadi bijak begini?' Rania tahu Indah memang selalu gila sekaligus bijak pada waktunya!

"Justru aku takut, Ndah. Shem terlalu sempurna. Aku takut akan terlalu mencintainya sementara dia hanya sedang bermain-main dengan perasaannya."

Hening sejenak. Rania meneteskan air mata. Mengingat perbedaan yang tampak jauh antara dirinya dan calon suaminya.

"Dengarkan gue kali ini, Ran. Shem sudah memilih Lo. Bukan hanya karena ia menginginkan Lo, tapi karena Tuhanlah yang ikut menggerakan hatinya untuk memilih. Dulu Lo pernah menyuruh gue istikharah saat Andre datang melamar, dan sekarang gikiran Lo yang harus melakukan itu. Berbaiksangkalah dengan pilihan Allah, Rania ...! Good luck, Dear ... dan maaf ya gue ga bisa dateng. Gue harus mendampingi Andre di Bali sekaligus honeymoon lagi biar cepet punya baby."

Sambungan telepon pun ditutup. Hati Rania jauh lebih lega. Indah benar, saat ini yang dibutuhkannya adalah memasrahkan segala keputusan kepada Sang Pemilik Kehidupan. Dia lebih tahu tentang apa-apa yang tak sanggup dijangkau oleh hati dan akal manusia.

***

Rania tak pernah membayangkan jika resepsi pernikahannya akan berjalan semewah ini. Diselenggarakan di Ballroom sebuah hotel megah dengan WO yang sering ia dengar dipakai oleh orang-orang ternama. Semoga ini bukanlah pesta Cinderella yang harus berakhir pukul 12 malam.

Suamiku Terlalu Ganteng (Shem dan Rania) TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang