Untuk kesekian kali Rania bertemu Bisma di bus yang sama. Seperti pagi itu saat langit masih diselimuti kabut tipis, Rania bertemu laki-laki berkulit kuning tembaga itu sudah duduk di kursi barisan kiri dekat pintu belakang bus. Dengan earphone yang terpasang di telinga, mulutnya komat-kamit mengikuti apa yang didengarnya.
Dari tempat duduk di baris kanan terakhir kursi bus, Rania bisa mengamati sekilas keberadaan Bisma. Pria itu tak pernah banyak bicara. Dari kesekian kali mereka turun dari bus yang sama di depan kampus, hanya anggukan kecil dan senyum tipis yang pernah Rania terima.
"Kiri, Bang!" teriak Rania hampir bersamaan dengan suara lelaki itu.
Bisma selalu membiarkan Rania turun lebih dulu. Seakan memastikan keselamatan gadis itu dalam diamnya. Mereka akan berpisah setelah melewati pintu gerbang, menuju gedung fakultas masing-masing.
Rania duduk di bangku berbentuk potongan kayu di bawah pohon akasia. Ia celingukan mencari Indah.
"Pagi, Rania!" Seseorang menyapanya.
"Waalaikumsalam," jawab Rania dengan wajah malas. Lelaki itu adalah Shem. Yang belakangan ini selalu berputar-putar di dekatnya.
"Maaf, aku lupa." Shem menyeringai kecil. "Assalamualaikum, Rania ...."
"Apa pagi ini semua urusan negara kita sudah selesai sampai-sampai orang terkenal di kampus ini menyempatkan diri menyapa seseorang yang tak penting sepertiku?"
Shem melipat tangan di dada dan duduk dengan menyilang kedua kaki panjangnya.
"Aku hanya sedang memastikan kebenaran sebuah mitos yang pernah aku dengar. Dan itu lebih menarik hatiku daripada urusan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, atau jatuhnya beberapa nilai saham perusahaan ternama di Bursa Efek Indonesia," balas Shem dengan mimik serius.
"Mitos apa?" Rania bertanya. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar. Kampus mulai ramai.
Shem menurunkan tangan dan kedua kakinya. Badannya membungkuk lebih dekat ke arah meja kayu yang memisahkan keduanya.
"Iya, mitos yang mengatakan kalau perempuan pertama yang kaulihat di hari Jumat di bawah pohon atau dekat bunga dan dedaunan akan menjadi seseorang yang penting di masa depanmu."
"Ngawur!" sahut Rania tak percaya. "Bukankah di kampus ini banyak terdapat pohon dan tanaman bunga. Mungkin saja perempuan itu adalah dia!" Rania menujuk sekumpulan gadis dekat bunga flamboyan. "Atau dia!" Telunjuknya berpindah ke pohon cemara jauh di depannya.
"Yah, mungkin saja. Karena itu aku akan memastikannya satu-satu. Tapi sepertinya dengan melihat satu pohon saja sudah cukup," kata Shem dengan seringai lebarnya.
"Sudah sana pergi! Pagi-pagi sudah membual tentang mitos murahan." Rania setengah mengusir. "Atau silakan tetap di sini dan aku yang akan pergi."
"Dasar galak! Iya ... aku yang pergi." Shem cepat berdiri mendengar Rania menggertaknya. "Sampai ketemu lagi, Tinkerbell."
Shem terpingkal melihat wajah murka Rania mendengar dia memanggilnya Tinkerbell, si peri pohon yang tinggal di Pixie Hollow dalam film Disney .
"Pergi kubilang!" bentak Rania sekali lagi.
Shem segera pergi melihat Rania semakin muntab. Ia tak bisa menahan tawa sampai bertemu Rudy dan Martin di tempat biasa. Kafe di seberang jalan kampusnya.
"Kau mengganggu gadis itu lagi?" Martin bertanya dengan wajah heran.
"Ya ampun! Romeo kita mulai gila rupanya," komentar Rudy. Ditepuknya pundak Shem yang masih menyunggingkan senyum di ujung bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Terlalu Ganteng (Shem dan Rania) Terbit
RomanceSetiap orang pasti menginginkan teman hidup terbaik dalam sebuah pernikahan. Apakah setiap orang yang saling mencintai pasti bertemu dalam pernikahan? Bagaimana kalau ternyata dia yang ditakdirkan itu bukan orang yang diharapkan? Bisakah cinta itu d...