21. Datang

112 17 23
                                    


Satu bulan telah berlalu tetapi Safa belum menemukan solusi. Apakah sekarang, ia harus menyerah dan menikah?
Waktu sudah semakin dekat, dua minggu lagi, Damar akan melamarnya secara resmi membawa kedua orang tuanya. Safa memukul-mukul kepalanya frustasi, tidak! Dia tidak mau berakhir seperti ini.

Setelah diam-diam keluar dari rumah, Safa berjalan tak tau arah, sesekali langkahnya condong ke tengah jalan hingga beberapa pengendara mengumpat saat mengindarinya.
Dan terdengar klakson begitu keras, mendengung di telinganya. Saat itulah Safa sadar dari lamunan dan melihat sang pengendara tak lain adalah sahabat yang menatapnya terperanjat.

***

Oreon dan Safa duduk di kursi taman. Safa masih diam, seperti orang linglung.

"Kamu kuliah dimana? Kenapa tidak datang hari itu?" tanya Oreon lembut.

"Kenapa duniaku begitu berbeda? Kenapa tidak seperti saat masa sekolah dulu? Apa ini yang dirasakan saat kita beranjak dewasa? Penuh masalah yang membuat kita pusing setiap saat?"

Oreon mengerutkan kening tak mengerti.

"Kamu kenapa Safa?" Oreon meletakkan tangannya di bahu Safa.
"Apa terjadi sesuatu?" imbuhnya khawatir.

Safa menatap Oreon, matanya kembali basah.
"Aku tidak bisa kuliah." serak Safa, seolah kata itu begitu sulit terucap.
"Dan harus menikah." lanjutnya parau, air mata kembali mengalir.

Saat Safa selesai menceritakan semuanya, Oreon segera meraih Safa dalam pelukan. Membiarkan sang sahabat menangis di bahunya.
Sama dengan Safa, hatinya juga terluka, lebih tepatnya ia tak rela.

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang