3. Kenangan Manis?

267 25 11
                                    

Putri duduk di sofa, dengan daster coklat motif bunga - bunga. Wajahnya kusut, di pipinya masih tampak air mata yang belum kering. Ia mengingat pertengkarannya dengan sang suami beberapa menit lalu.

"Karna kamu seorang ibu, kamu harus dahulukan anak- anak!" bentak Jack. Seketika air mata Putri menetes, ia melangkah mendekati suaminya.

****

"Egois sekali kamu Jack! Sejak aku menjadi istrimu. Aku tak pernah bertemu teman - temanku lagi." ibu muda itu tampak 'stres' karena terlalu banyak pikiran. Juga berat baginya mengurus tiga anak yang masih balita. Belum lagi mengurus rumah sendiri, dari mencuci, masak, sampai bersih-bersih.
"Tapi kamu slalu datang ke pesta teman - temanmu dan slalu menghadiri reuni! Apa sebagai seorang istri aku tak boleh punya teman?" ucap Putri, ia hanya butuh hiburan dari penatnya kehidupan.

"Aku tak bermaksud begitu." tutur Jack dengan nada suara menurun.

"Tapi bagaimana dengan anak - anak?" lanjutnya pelan.

"Aku, aku? Aku akan menitipkan pada ibu, hanya satu hari satu malam kurasa ibu tak keberatan." Putri mengangkat tasnya yag sudah terisi pakaian.

Jack termenung mendengar ocehan istrinya, ia tak menyangka selama ini Putri merasa terkekang.

"Apa aku boleh pergi?" tanya Jack hati-hati.
"Selama ini,Apa kau pernah minta pendapatku?" ketus Putri, membuat Jack semakin merasa bersalah.

****

Kini ia mendengar suaminya sedang bicara dengan sahabatnya. Merasa diperhatikan, Jack menoleh. Tetapi Putri membuang muka, lalu mengedarkan pandangan. Si bungsu masih tidur, anak tengahnya sedang menonton Upin-Ipin sambil makan pisang dan si sulung sedang bernyanyi didepan kaca, sambil memegang raket nyamuk, yang ia gunakan sebagai gitar.
Ibu tiga anak itu, menghela nafas, selagi anak-anaknya tak rewel, ia pun bergegas menyapu dan mengepel lantai.

****

"Luka lama?" ulang Jack ragu. "Memangnya Excel terluka?" seolah lupa dengan pertengkaran beberapa menit lalu, Jack tampak mencibir, walaupun Excel tak berada ditempatnya.

"Empat tahun lalu-" Ana berucap namun enggan melanjutkan.

Sedangkan Jack menyergit.
"Empat tahun lalu? Ada apa?"

Ana menggeleng, Jack tentu saja tidak melihat.
"Aku tidak pernah bertemu Excel sembilan tahun ini. Tapi menurutku, bukan Safa yang membuat luka itu." Jack menganalisa.

"Begitukah?"

"Ya." ucap Jack mantap.
"Kau tidak tahu, seberapa dekat, aku dengan gadis itu."

Ana manganguk meski belum yakin.

"Aku memang tak tahu hubungan mereka, tapi aku yakin, ada kisah yang belum usai, diantara mereka."

Ana terdiam, ia mengingat jelas, bagaimana Excel empat tahun lalu, yang menjadi lebih dingin dan tidak bersahabat.

"Apa sepupumu itu, masih seperti robot?" tanya Jack lagi.

"Excel tidak berubah, bahkan lebih parah."

"Apapun itu, tidak salah bukan kau mencoba?"

"Ya, akan kucoba."

"Kalau bertemu. Sampaikan maafku padanya."

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang