6. Gara Gara Buku

173 21 2
                                    

Tapi sedekat apapun kamu, dia tetap lawan. Semoga kamu tidak dimanfaatkan

~ Oreon ~

Tahun 2007 persaingan segitiga pintar begitu kuat. Tidak ada tegur sapa, ramah tamah antar murid ketiga sekolah tersebut. Seolah jika mereka bercakap-cakap akrab, akan dimusuhi oleh teman sesama mereka.
Semua itu terjadi dari bertahun-tahun sebelumnya. Seakan sudah menjadi tradisi.

Safa dan Nala berteman sejak mereka masih sekolah dasar. Sehingga dua sahabat itu tak terpengaruh dengan persaingan antar sekolah. Meski banyak yang mencibir, sekuat apa persahabat mereka?
Ditambah lagi, saat musim pertandingan tiba. Dua anak gadis itu akan saling melawan satu sama lain, di acara cerdas-cermat antar sekolah.

Ya, Nala dan Safa adalah juara umum dari sekolah masing-masing.

Beberapa hari terakhir, dua sahabat itu tak terlihat berdekatan lagi. Seperti berjauhan atau sedang marahan.
Banyak yang tak peduli, ada juga beberapa yang menatap heran. Namun tak dipungkiri dari mereka juga ada yang merasa senang.

Seperti hari itu, Safa tampak sudah menunggu dengan keringat mengucur dipelipisnya, karena siang yang begitu terik. Namun Nala tak juga menunjukkan batang hidungnya. Safa tampak was-was, ia tidak ingin terlambat masuk bimbel, karena perjalanan bus juga tak bisa diprediksi.

Mobil Avanza berhenti tepat didepan Safa.
Ana turun, lalu membujuk Safa untuk ikut, takut Safa terlambat karena waktu sudah mepet.

Safa akhirnya mengiyakan, karena berfikir Nala pasti tidak ikut lagi. Meskipun kali ini belum memberinya kabar.

Sebelum melangkah masuk mobil, Safa terlebih dulu menoleh ke SMU 20. Berharap ada Nala disana dan ia bisa melambaikan tangannya sebagai pertanda.
Sayang yang dia harapkan, tidak ada.

Semua itu tak lepas dari penglihatan Oreon yang sedang latihan basket. Bahkan bola yang dipegangnya terjatuh saat melihat Safa masuk mobil Ana. Dan terus menatap mobil Toyota Avanza warna biru itu hingga keluar dari gerbang Segitiga Pintar.

Tak jauh dari Oreon berdiri, Dara juga melihat kejadian itu. Gadis cantik itu melongo, seolah baru pertama kali melihat siswa Nirwana mengajak siswa Harapan pergi bersama.
Ya, mungkin memang baru Safa, karena pada dasarnya kasta itu ada meski mereka tak pernah menyebutnya.

Murid Nirwana yang sebagian besar anak orang kaya itu, tak pernah sekalipun memberi tumpangan pada murid diluar sekolah. Jangankan tumpangan, menegur saja tidak pernah.

Hanya Jack si ramah itulah, yang melanggar tradisi.

Tak hanya Oreon dan Dara, ternyata dibalik gerbang SMU N 20, Nala mengamati peristiwa itu. Ia bersandar pada pada pintu gerbang sembari menunduk sedih, matanya tak berpendar, seolah ada sesal dari raut wajah gadis itu. Dalam hatinya bergetar, seperti ada sesuatu yang hilang.

"Ayo latihan!" Ajak Putri mengejutkan Nala.

"Ya!" Jawab Nala singkat memalingkan wajahnya, ia tak mau putri tahu kesedihannya.

"Ini hanya sementara sampai kompetisi usai." lanjut Putri menepuk bahu Nala.

"Aku mengerti." sahut Nala, pergi meninggalkan Putri kembali ke dalam ruangan.

***

Di dalam mobil, Ana bersandar dibahu Safa.
Wajah gadis itu pucat, tubuhnya menggigil.

"Badanmu panas sekali, kamu sakit?" Safa meletakkan punggung tangannya dikening Ana.

Ana tak menjawab, ia hanya menggeleng pelan.
Keduanya turun dan bergegas masuk kelas.
Tatapan aneh terlihat dari Excel dan Clara yang sudah duduk di barisan depan, namun keduanya kembali tak acuh.
Ana terus mengikuti langkah Safa yang duduk di belakang. Gadis bangsawan itu merasa nyaman punya teman, hal yang tak ia miliki di Nirwana.

REUNITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang