Just Best Friend

584 45 3
                                    

Mungkin kita memang berjodoh, mungkin kita memang sudah dipersatukan. Namun dalam ikatan persahabatan.

Marco membaringkan tubuhnya diatas kasurnya yang empuk sembari melonggarkan ikatan dasi sekolahnya. Ia memandangi langit-langit kamarnya. Hari ini, Sivi tersenyum manis kepadanya. Ia bahkan tersenyum-senyum sendiri jika mengingat wajah gadis lembut itu.

Pikiran Marco kosong. Namun sejurus kemudian, dia teringat pada Nita. Ia lalu melihat ponselnya, sejak tadi ponselnya tidak berdering sama sekali. Biasanya Nita akan meng-email dirinya walau hanya untuk mengatakan P. Mungkin saja gadis itu lupa untuk itu. Tapi kenapa gadis itu bisa lupa. Tidak biasanya. Marco lalu memilih untuk menutup matanya dan kembali tidur.

***

Nita menghembuskan nafasnya sembari bertopang dagu. Ia telah selesai mencurahkan apa yang ada dikepalanya pada Steve. Padahal pria itu baru saja sampai, tapi Nita malah langsung membebaninya dengan curahan. Tapi ia berpikir daripada tak ada topik yang mereka bahas.

Dan lagi, kejadian sepulang sekolah terus terngiang di kepalanya. Sudah beberapa minggu ini Sivi adalah topik yang dibicarakan oleh dirinya dan Marco. Dan Nita merasa sedikit risih dengan itu. ia tak terima jika topik mereka setiap harinya hanyalah membahas perempuan itu.

"Lalu memangnya kenapa jika Marco membahas Sivi?" Tanya Steve setelah selesai mendengar curhat Nita.

"Entahlah. Aku merasa ada sesuatu yang berbeda dengan diriku. Jantungku terasa sakit melihat itu. Seolah ada yang memukul dadaku sehingga terasa nyeri." Jawab Nita jujur.

"Kau cemburu, Nit." Suara Steve keluar lumayan pelan.

Nita sontak melihat Steve. "Cemburu?"

"Ya, kau cemburu. Karena kau sudah jatuh cinta padanya." Jelas Steve sambil menatap arah luar beranda kamar Nita. Tersirat kekecewaan dimata lembut itu. Nita bungkam tidak tahu ingin mengatakan apa.

"Nita, Steve, ayo turun. Ini saatnya makan." Teriak mamanya Nita, yaitu Ica.

"Kita makan dulu, yuk." ajak Nita sambil menarik tangan Steve.

Steve merasakan hawa panas menjalar keseluruh tubuhnya. Di lihatnya tangan yang tengah menggenggam. Jantungnya berdebar tak karuan. Namun sayang, perasaan yang berdebar ini adalah perasaan sepihak yang ia miliki.

***

Nita dan Steve menyantap hidangan didepannya dengan lahap. Namun akibat saus dari makanan steve, membuat bibir pria itu belepotan. Nita cekikikan karena menurutnya itu lucu.

"Ada yang lucu?" Tanya Steve dengan heran.

Ica dan Olin lalu memperhatikan anak-anak mereka. Seketika mereka ikut cekikikan karena paham akan apa yang membuat gadis itu tertawa.

"Tidak."

Nita menggeleng kemudian mengambil tisu dan membersihkan bagian sudut bibir Steve.

"Ada banyak kotoran. Hihihi. "

"Thanks. " Steve lalu mengelus pucuk kepala Nita dengan sayang.

Olin senang melihat anaknya bahagia. Sepertinya sudah saatnya ia mengatakannya apa maksud kedatangan ia dan anaknya kepada mereka berdua, Ica dan Nita.

"Baiklah. Apa tante sudah bisa bicara?"

Semua matapun tertuju kearah Olin. Nita tersenyum dan mengangguk. Nita merasa lucu karena Olin seperti meminta izin padanya. Padahal wanita itu bisa saja langsung bicara tanpa meminta izin.

"Begini, Steve. Tadi mama sudah berbicara dengan tante Ica. Mama akan menitipkan dirimu pada mereka. Disini. Bersama Nita. Mama tidak yakin jika kau mengontrak. Jadi lebih baik jika kau disini saja."

SILENT LOVE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang