Kau tahu rasanya mencintai tanpa harus memiliki?
Percayalah, kau tak akan kuat.
Hari ini Nita menambah jam belajarnya. Kini ia begitu keras belajar karena besok ada ulangan matematika. Ia ingin mendapat nilai bagus. Kemarin Sivi mendapat nilai 98. Nilai yang hampir sempurna bukan. Sedangkan dirinya mendapatkan Nilai bundaran merah yang membuatnya menangis saat itu. Setidaknya, ia ingin Marco menganggap bahwa dirinya pintar.
"Nit, sudahlah. Kau sudah bisa berhenti belajar. Apa kau tau bagaimana panda eyes, matamu sudah sama seperti dia sekarang. Jelek dan tidak ada imut-imutnya sama sekali." Omel Steve sambil menjitak kepala Nita namun tak digubris gadis itu.
"Nit, ini sudah pukul 1pagi. Tidurlah." Tapi Nita tetap diam sambil membolak-balikkan halaman bukunya. Steve menghela nafas. Ia rasa tidak ada gunanya memaksa Nita tidur. Ia lalu membuatkan Nita segelas susu hangat. "Ayo tidurlah, Nit." Bujuk Steve sambil menaruh susu itu disebelah Nita.
Nita mendongakkan wajahnya menatap Steve. Wajah pria itu terlihat begitu khawatir. Nita merasakan hatinya berdesir akibat perhatian yang diberikan Steve. Ia lalu tersenyum.
"Iya sebentar lagi aku tidur kok." Nita kemudian meminum susunya sampai habis separuh kemudian melanjutkan belajarnya. 'Dia bahkan lebih keras kepala daripada aku' gumam Steve dalam hatinya.
"Uhuk uhuk uhuk" Steve mendengar Nita terus terbatuk-batuk. Ia lalu menghampiri gadis itu. Dipegangnya kening Nita dan merasakan panas yang sedikit melebihi panas tubuh orang normal.
"Dasar kau. You got a fever now. Kenapa bisa kau demam huh? Ini kalau kau tidak mendengarkanku" omel Steve dengan suaranya yang tinggi. Ia sekarang benar-benar cemas akan keadaan gadis itu.
"I'm fever? But i'm fell good."
"Apanya yang baik huh. Cepat tidur atau akan kurobek-robek bukumu. Kau tahu, Nita, aku tidak pernah main-main dengan ucapanku" ucap Steve tajam tak ingin dibantah.
"Steve..." tanpa pamit, Steve melepaskan pulpen dari tangan Nita dan menggendong gadis itu ketempat tidurnya sekarang.
"Now close you eyes!" Perintah Steve.
"Baiklah, tapi aku ambil dulu buku yang-" belum selesai Nita berkata, Steve sudah memotongnya.
"Yang apa? Yang ingin aku buang?"potong Steve sambil menatap Nita tajam. Baiklah, Nita kalah.
"Aku ke bawah dulu, mau ambil kompres dan obat. Jangan turun dari ranjangmu bahkan jika itu hanya jempolmu. Jika tidak, akan ku jitak kepala bulatmu itu. Paham kau?" Ucap Steve mengingatkan Nita, atau lebih tepatnya mengancam. Nita hanya membuang wajahnya dari Steve.
Beberapa menit kemudian Steve datang membawa nampan yang berisi kompres dan obat penurun panas. Juga sebuah mangkuk yang Nita yakin itu berisi bubur. Bagimana dia membuat bubur secepat itu?
"Steve aku baik-baik saja." ucap Nita sedikit jengkel.
"Benar kau baik-baik saja. Dan aku rasa kau akan semakin baik-baik saja saat besok surat izin kau sakit aku berikan kesekolah." Jawab Steve sambil meletakkan nampan.
"Steve kau tidak bisa begitu. Besok ada ulangan dan ak-"
"Makanya istirahatlah Nit!" Potong Steve -lagi- dengan suara yang sedikit tinggi.
Ia menatap Nita seperti mengatakan 'jangan bantah aku' dengan wajahnya yang cemas. Nita terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya. Sepertinya ia sudah membuat Steve cukup kewalahan.
"Ini minum!" steve menyodorkan sebuah sebuah sendok yang berisikan cairan berwarna merah. Nita lalu membuka mulutnya dan meminumnya. Rasa strawberry. Tidak terlalu buruk.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT LOVE (SELESAI)
Teen FictionNita Amora, seorang gadis berusia 16 tahun yang jatuh cinta pada Marco sahabatnya sendiri yang ternyata juga tengah terpikat dengan sosok gadis lembut, Sivi. Namun seiring berjalannya waktu, Marco pun menyadari perasaannya pada Nita. Marco bahkan me...