TO BECOME RECONCILED

389 28 6
                                    

Hari berlalu dengan rasa canggung diantara mereka berdua. Mereka mulai jarang bertegur sapa. Bahkan mereka saling menghindar untuk bertatap muka. Mereka hanya bertatap selama beberapa detik lalu akan mengalihkan arah pandang mereka.

Seperti saat ini, Nita hanya diam saat melihat kedekatan Steve dengan Sivi di kantin sekolah. Padahal di sebelah Nita sudah ada Marco yang setia menemani dan menghiburnya,  tapi tampaknya itu tak berguna sama sekali.

"Sudahlah. Lebih baik kau habiskan makananmu. Tak ada gunanya kau melihat mereka dari tadi." Kata Marco sambil menyuapi Nita.

Nita menerima suapan Marco dengan malas. "Kau tidak tahu bagaimana rasanya."

"Aku tahu. Dan aku sudah mengalaminya jika kau masih ingat itu." balas Marco.

Nita mengendus malas lalu kembali menatap kedua sejoli itu. Melihat Sivi tertawa rasanya membuat ia ingin  berteriak keras dan menangis dengan kaki yang menendang-nendang udara. Lalu ia berguling-guling di lantai. Terlihat kekanak-kanakan, tapi ia tak peduli.

"Aku masih mencintainya." Lirih Nita.

Marco mengangguk. "Aku tahu."

"Tapi dia tidak."

"Kau sok tahu."

Nita menatap Marco kesal. Kenapa pria ini mengatakan ia sok tahu. Sudah jelas-jelas Marco dan ia melihat kedekatan Steve dengan Sivi selama beberapa hari belakangan ini.

"Dia mencintaimu, Nit." Kata Marco.

"Kau yang sok tahu." Balas Nita.

"Aku tahu." Marco memasang wajah serius.

Alis Nita mengernyit. "Darimana kau tahu?"

"Aku pria. Aku tahu bagaimana gelagat pria yang sedang menyukai seorang perempuan." Jawab Marco bangga.

Nita kembali mendengus malas. Oh, bagus. Sekarang Marco dengan pedenya mengatakan kalau ia tahu bagaimana gelagat pria yang sedang jatuh cinta dengan perempuan. Apakah dengan berjauhan dan tak bertegur sapa adalah salah satu gelagat dari orang yang sedang jatuh cinta? Nita kembali memakan jajanannya dengan wajah yang merengut.

"Hei, aku serius, Nit. Aku tak mungkin bercanda disaat-saat seperti ini. Dia memang mencintaimu. Jadi berikan dia kesempatan."

"Entahlah, aku tak yakin. Aku hanya ingin fokus dengan ujian minggu depan." Jawab Nita malas sambil tetap mengunyah makanannya.

Marco meraih tangan Nita. Ia genggam dengan lembut dengan senyum penuh ketulusan. Nita agak kaget. Ia menatap Marco dengan bingung.

"Berjanjilah, setelah ujian ini selesai, kau harus berbaikan dengan Steve. Berikan dia kesempatan. Kau juga harus mengutarakan apa yang ada di hatimu padanya. Jangan buat dia kebingungan untuk mengambil langkah kedepan dengan mu." Kata Marco.

Nita diam. Ia menarik pelan tangannya dari genggaman Marco. "Maaf, aku tak bisa. Maksudku aku tak tahu. Ah, sudahlah."

Marco mengangguk. "Baikah, tak masalah. Tapi ingat, aku akan ada untukmu."

Nita tersenyum manis dan mengangguk mantap. Benar, ia punya Marco. Sahabat yang telah pulang sebagai sahabat.

***

Nita membasuh wajahnya dengan air kran. Ia menatap cermin di depan yang memantulkan gambar dirinya. Nita mulai menilai-nilai penampilannya mulai dari atas sampai bawah.

Lihatlah, apa yang bisa ia banggakan dengan wajah seperti ini. Pipi yang gemuk dengan tubuh pendek. Warna kulit kuning langsat dan otak pas-pasan. Astaga, ia benar-benar jauh dibawah Sivi Lene. Gadis itu memiliki segalanya. Ia bergitu bersinar. Tak sepertinya yang malah lebih mirip dengan upik abu.

SILENT LOVE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang