WAITING FOR NINE YEARS

600 25 0
                                    

Kau tahu apa alasan orang terkadang memilih untuk diam akan perasaanya, itu bukan karena mereka seorang pengecut ataupun plinplan. Mereka hanya sedang menjaga makna dari kata-kata yang sederhana dan mudah diucapkan itu. tapi tahukah kalian kalau sebenarnya kalimat cinta itu memiliki makna yang begitu mendalam? Sebaiknya sebelum kau mengumbar rasa cintamu pada orang yang kau sukai, kau harus belajar untuk memantapkan hati dan memantaskan dirimu bagi orang yang kau sukai.

Pesta telah selesai. Vanilla dan lainnya sudah tertidur pulas. Vanilla tidur ditengah kedua sejoli yang baru saja berpacaran itu. Dia bilang untuk mencegah adegan tujuh belas tahun ke atas terjadi di rumah Sivi. Oh ya, mereka memilih untuk tidur di halaman belakang dengan sebuah karpet selebar empat meter dan selimut hangat. Hanya tinggal Steve dan Nita yang belum terlelap. Mereka duduk dibawah pohon yang berhiaskan lampu tumbler berbentuk hati.

"Besok aku harus kembali ke London." Kata Steve mulai membuka pembicaraan.

"Iya, aku tahu." Suara Nita terdengar lemas.

Nita sebenarnya sudah mengingat itu sedari kemarin. Tapi ia selalu mencoba untuk menyibukkan diri agar tak terlalu fokus pada hal itu. Tapi bagaimanapun, hari ini akan datang juga.

Nita sendiri sebenarnya tak menyangka kalau hari ini akan tiba. Rasanya cepat sekali. Mereka baru saja melalui hari yang baik dengan orang yang baik, Dan semua harus berakhir sekarang. Tapi siapalah Nita yang bisa menahan Steve untuk berdiri di sebelahnya dan tak melanjutkan mimpinya. Sungguh, ia butuh waktu yang lebih banyak lagi.

"Jangan sedih seperti itu." Hibur Steve.

Steve menarik Nita untuk tidur di bahunya. Tangannya terulur mengelus rambut hitam gadis itu, memberi ketenangan untuk mengusir kesedihan yang tengah dirasakannya.

"Aku belum siap." Ujar Nita pelan.

"Me too."

"Aku takut."

Steve memeluk Nita. "Apa yang kau takutkan hah?"

"Aku takut kau akan melupakanku."

Steve tertawa kecil. Itu tak mungkin terjadi. Sedangkan dari kecil saja ia tak bisa melupakan Nita, apalagi sekarang. Itu mustahil. Tak mungkin Steve dapat melupakan Nita.

"Itu tak mungkin terjadi." Kata Steve mantap.

Nita menatap wajah Steve. "Kenapa kau seyakin itu?"

Steve tersenyum tulus. Tangannya menggenggam jemari Nita. Steve berusaha menyalurkan keyakinan akan perasaannya pada gadis itu.

"Karena sampai detik ini pun, tak ada yang bisa menggantikanmu. Disini." Steve menunjuk dada kirinya. "Kau punya ruang tersendiri di sini. Paling dalam dan tak tergantikan. Hanya kau." Ucap Steve mantap.

Nita mengerutkan bibirnya. "Kau bilang hanya aku, tapi kau malah menerima Juny."

Steve tertawa. Astaga, ternyata gadis ini masih cemburu pada mantannya. Ia pikir Nita sudah melupakan kronologis hubungannya dengan gadis itu.

"Itu kan terpaksa." Elak Steve.

"Sama saja. jika nanti ada gadis yang terus mendekatimu, karena kasihan kau akan menerima mereka."

Tangan kekar Steve menyentuh pucuk kepala Nita. Ia mengelus rambut hitam itu perlahan. Menenangkan Nita dan tersenyum seraya berkata,

"Tidak. Aku janji, itu yang terakhir."

"Kau sudah berjanji. Awas kalau kau bohong." Nita memicingkan matanya. Telunjuknya ia gunakan menunjuk wajah Steve.

Steve mengangguk. Kini ia menatap Nita dengan lamat. Nita jadi salah tingkah karena ditatap seperti itu oleh Steve. Tak lama, dia bergerak mendekat dan Nita seperti merasakan aura-aura ciuman dari pria ini. Namun baru saja bibir itu akan menyentuh bibirnya,

SILENT LOVE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang