I'm die.

350 25 1
                                    

I'm die.

Steve menurunkan tangannya dari knop pintu. Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertemu dengan Nita. Lebih baik nanti saja ia masuk. Ia memejamkan matanya dan membuang nafas kasar.

TINNNNNN

"NITA AWAS!"

BRAK

"NITA...!"

Steve membuka matanya cepat. Jantung terasa kembali sakit saat kejadian lima hari yang lalu menghantuinya. Ia menggeleng pelan dan berbalik. Melangkahkan kakinya menjauhi ruangan dengan nomor 143 tersebut.

***

Nita membuka matanya perlahan, mencoba beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke matanya. Karena kelelahan menangis, membuatnya mengantuk dan kembali tertidur. Sebuah usapan membuatnya kembali tersadar dari pikirannya. Ia melayangkan tatapannya pada wanita yang telah melahirkannya. Wanita itu tersenyum seraya mengelus kepala dan pipinya.

"Kau sudah bangun sayang? Tidak mau tidur lagi?" Tanya Ica lembut.

Nita menggeleng. Ia menatap Ica yang menunduk sambil terisak. Mungkin menahan tangis. Nita jadi merasa bersalah karenanya. Nita mengelus lembut pipi mamanya dengan tangan yang tak di beri infus. Ica mengangkat kepalanya menatap Nita. Di berikannya senyum hangat kepada anak itu.

"Maaf, ma." Ucapnya menyesal. Tangannya menghapus air mata mamanya yang mengalir di jatuh di pipi itu.

"Tidak apa sayang. Yang penting kau baik-baik saja sekarang." Ica kembali memberikan senyuman.

"Nita gak akan ngulanginya, ma."

"Memang jangan di ulangi."

Nita kemudian mengedarkan tatapannya ke seluruh penjuru ruangan. Ia mendapati sebuah karangan bunga mawar. Namun yang menyita seluruh perhatiannya yaitu sebuah ransel hitam yang ada di sofa itu. Ia sangat mengenali sang pemilik ransel itu, bahkan ia merindukan orang itu. "Ma, Steve mana?" Tanyanya dengan terus menatap ransel itu.

"Steve pulang kerumah sayang. Ia sedang mengganti bajunya dan mengambil keperluanmu. Ia nanti akan kembali kok."

'Jangan pernah bicara apapun sama gue lagi. Gue benci sama lo.'

Momen saat ia membentak Steve di kala itu berputar seperti sebuah kaset di otaknya. Kata-kata yang ia lontarkan pada pria itu membuat rasa bersalahnya kian memupuk jika tak bertemu dengan pria itu. Nita tiba-tiba merasakan pusing yang hebat. Mungkin akibat kecelakaan waktu itu membuat ia mengalami geger otak sehingga ia tak bisa berpikir keras. Ia memijit kepalanya pelan.

Melihat putrinya memijit pelipisnya sendiri membuat Ica khawatir. "Ada apa Nita, apa ada yang sakit?"

Nita meringis pelan. "Kepala Nita sakit, ma."

"Makanya kamu jangan banyak berpikir dulu. Kata dokter kamu mengalami geger otak. Jadi harus banyak istirahat. Jangan mikirin yang gak perlu dulu." Jelas wanita itu. Nita menanggapinya hanya dengan sebuah anggukan dan kembali menutup matanya.

***

Steve berjalan seraya menenteng sebuah tas yang berisi perlengkapan Nita. Ia juga membawa seragam ganti karena ia sudah berniat untuk menjaga Nita sampai pagi. Mungkin ia bisa berbaikan dengan gadis itu.

Cklek

Tatapan Steve langsung tertuju pada wanita paruh baya yang sedang duduk di sofa sambil memakan sebuah red vulvet yang tadi diberikan oleh Sivi. Aktifitas wanita itu terhenti kala melihat Steve datang dang duduk di sebelahnya. Ica hanya tersenyum dan kembali memakan kuenya.

SILENT LOVE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang