Sudah seminggu Nita melakukan fisioterapinya. Namun, ia baru sampai ditahap berdiri. Ia sudah mencoba untuk melangkah, namun yang ada ia malah jatuh. Syukurlah papanya atau Steve akan sigap menangkap tubuhnya sebelum menyentuh tanah. Terkadang, Juny akan mengajarinya berjalan dengan memapah tubuhnya di kamar. Kata Juny, agar otot kakinya tidak mengecil karena tak digerakkan. Dan Nita bersyukur untuk itu. Ia rasa kalau hubungannya dengan Juny semakin hari semakin baik.
Disinilah mereka sekarang, halaman belakang rumah dengan tiga gelas jus jeruk. Mereka mengadakan piknik di belakang rumah. Ayah dan ibu sedang berbelanjakeperluan dapur sehinggan hanya ada mereka. Sesekali, Juny akan menceritakan kisah konyol yang membuat ia dan Steve tertawa karena tingkah konyolnya yang kelewat batas. Yh, seidaknya mereka bisa dekat sekarang. Tidak ada rasa canggung seperti saat pertama bertemu.
"Nita, kapan kalian masuk sekolah?" Tanya Juny setelah meneguk setengah jus jeruknya.
Nita mengedikkan bahunya. Ia tak tahu karena ia sudah berada di rumah sakit hampir sebulan, "Aku tak tahu. Aku ada di rumah sakit sehingga tak sekolah hampir sebulan. Kapan kita masuk, Steve?"
"Tiga hari lagi, hari senin." Jawab Steve.
"Aku tak mengikuti ujian semester. Apakah aku akan tinggal kelas?" Nita takut.
"Tidak. Kau akan mengikuti ujian susulan. Sekolah memaklumi keadaanmu yang tak memungkinkan untuk bersekolah." Jelas Steve.
"Syukurlah." Nita menghela nafas lega seraya mengusap dadanya.
"Kalau kau, kapan kau akan masuk sekolah, Juny?" Tanya Nita.
"kami masuk pertengahan bulan."
"Seminggu lagi?" Tanya Nita memastikan. Juny mengangguk.
"wow, seru sekali. Kami hanya memiliki libur dua minggu. Menyebalkan." Nita mengerutkan bibirnya. Steve dan Juny tertawa jadinya.
"Dasar, aku rasa otak kecilmu kembali tak berfungsi. Beda Negara sudah pasti beda cara liburnya." Tutur Steve seraya menoyor kepala Nita.
Nita semakin mengerutkan bibirnya karena dibilang boleh oleh Steve. Juny jadi ikut-ikutan mengolok Nita dan sukses membuat Nita semakin kesal. Steve kemudian menarik hidung Nita dengan tangan kirinya sampai membuat Nita memekik kuat. Saat itu, dada Juny kembali bergemuruh. Bukan, bukan karena cemburu. Baiklah, ia mengaku. Ia memang sedikit cemburu. Tapi percayalah, bukan karena itu sebab dada Juny bergemuruh. Tapi karena benda yang melingkar di pergelangan tangan kiri Steve lah alasannya.
"Steve, apa itu punyamu?" Tanya Juny menunjuk gelang yang dikenakan Steve.
"Oh, ini? Iya, ini punyaku. Aku membelinya saat masih di London. Kenapa?"
"Aku seperti pernah melihat benda itu. Tapi dimana?" Juny mencoba mengingat-ingat.
"Tentu saja kau pernah melihatnya. Kan kau bersekolah di London. Dan Steve membeli itu di London." Ujar Nita.
Memang itu masuk akal sebenarnya. Tapi entah kenapa Juny yakin ia pernah melihat benda itu disini. Di Indonesia. Tapi kapan dan dimana?
***
"STEVE!!!"
Merasa dipanggil, pria yang bernama Steve itu segera membalikkan tubuhnya. Ia mendapati seorang gadis yang duduk di kursi roda tengah menuju ke arahnya."Ada apa?"
"Kau mau kemana?" Tanyanya.
"Astaga, Nita. Kau berteriak hanya untuk menanyakan kemana aku akan pergi? Tidak bisakah kau mengecilkan volume suaramu tadi?"
Perempuan yang bernama Nita hanya tercengir lucu, menampilkan deretan giginya. "Kau mau kemana?" Tanya Nita lagi.
"Aku mau ke supermarket. Kau bilang ingin mengadakan pesta barbeque kan sebelum tante dan om pergi ke Sydney, jadi aku ingin membeli bumbunya yang belum lengkap." Jawab Steve seraya mengeluarkan kunci motor dari sakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENT LOVE (SELESAI)
Teen FictionNita Amora, seorang gadis berusia 16 tahun yang jatuh cinta pada Marco sahabatnya sendiri yang ternyata juga tengah terpikat dengan sosok gadis lembut, Sivi. Namun seiring berjalannya waktu, Marco pun menyadari perasaannya pada Nita. Marco bahkan me...