New Year. New Heart.

295 26 1
                                    

Perasaan manusia memang seperti matahari. Tapi percayalah, perasaanku seperti batu karang. Tak pernah terkikis walau air terus menghantamnya kuat. Tak perduli dengan begitu banyaknya ikan yang indah di laut. Ia tetap setia di tempatnya. Pada pantai tempat ia berpijak. Walau banyak yang ingin menghancurkannya, ia tak pernah terpikir untuk pergi, karena memang disitulah tempatnya.

Nita telah menyelesaikan fisioterapinya hari ini. Ia sudah mulai bisa berdiri walau hanya lima detik. Tapi itu sudah merupakan kemajuan kata dokter Handro. Ia juga sudah diperbolehkan pulang hari ini. Nita senang bukan kepalang. Akhirnya ia bisa juga keluar dari tempat putih ini. Ia sudah bosan hanya melihat semuanya dari jendela kamarnar. Sekarang ia akan bebas dan kembali kekasur empuknya di rumah.

"Hei, apa kau sudah gila?"

Lamunan Nita seketika buyar digantikan sosok Steve yang berdiri di depannya. Mood Nita seketika hancur karena pertanyaan Steve. "Kau membuat siangku jadi buruk."

"Sekarang masih pukul Sembilan kalau kau tidak tahu." Ralat Steve.

Nita memajukan bibirnya. Steve seperrti mengejeknya karena tak tahu pukul berapa siang dimulai. Steve tertawa terbahak-bahak karena ekspresi kesal yang diberikan Nita. Nita terpesona pada tawa merdu Steve. Namanya orang tampan, mau seperrti apapun tetap saja akan terlihat tampan.

Steve mengelap air matanya karena tertawa begitu kuat. Ia menggeleng lalu berbalik menuju sofa untuk menyusun pakaian Nita. Ia melipat pakaian gadis itu dengan teratur dan memasukkannya kedalam tas. Nita hanya diam dari duduknya yang berada di pinggir ranjang. Ia begitu salut pada Steve, walaupun pria, Steve bisa melakukan semua pekerjaan perempuan. "Saat merayakan tahun baru nanti malam, kau ingin bolu rasa apa?" Tanya Steve pada Nita.

Mata Nita berbinar-binar saat Steve menanyakan perihal makanan. "Aku mau vulvet, blacforest, vanilla, keju mozzarella. Ah, aku mau itu semua. Bolehkan?"

"Tidak, yang ada nanti malah terbuang. Pilih satu dan kita akan membelinya saat kita pulang nanti." Jawab Steve tegas. Dan lagi-lagi Nita harus memanyunkan bibirnya karena tak terima atas jawaban Steve. "Kalau begitu, kau tak perlu bertanya rasanya padaku. Kau beli saja sendiri."

"Okay, aku akan menanyakannya pada Juny nanti. Aku rasa Juny tak begitu menyukai coklat." Steve tersenyum miring. Nita membelakkan matanya. Oh, no. Malam tahun baru tanpa coklat, ia tak mau itu terjadi. Dan ia juga tak akan membiarkan Steve menanyakan pendapat Juny. Ini tahun baru miliknya.

"Terserah." Nita menepuk pelan dahinya. Astaga, apa yang baru saja dikatakan oleh mulut bodohnya ini.

"Baiklah."

Nita mendengus sebal. Tangannya terangkat mengelabang rambutnya sendiri, namun gagal. Ia mencoba sekali lagi, dan kembali gagal. Steve yang sudah selesai menyusun pakaian Nita lantas berdiri dan membantu Nita. Pria itu duduk di samping Nita dan membuat anyaman di rambut Nita. Nita tersipu malu akan perlakuan yang diberikan Steve padanya. Sesekali ia akan terpekik karena anak rambutnya yang ditarik kuat oleh Steve.

"Sorry..." kata Steve lalu kembali melanjutkan pekerjaannya, yaitu mengelabang rambut Nita.

Seraya menunggu Steve selesai mengelabang rambutnya, Nita kembali bersenandung sebuah lagu. Mengusir keheningan yang terjadi. Matanya juga sesekali melirik keluar jendela, ini terakhir kalinya ia akan melihat jendela itu. Tidak akan ada lagi bubur menjijikan dan bau obat-obatan. Ah, rasanya Nita bahagia sekali.

"Selesai." Steve melepaskan tangannya dari rambut Nita sesudah mengikatnya dengan ikat rambut. Nita memegang rambutnya yang sudah dikelabang besar oleh Steve.

"Wah... kau ternyata pandai mengelabang ya." Puji Nita dengan terus memegang rambutnya.

"Hm.. dan jangan memegangnya terus. Nanti dia kusut." Jawab Steve.

SILENT LOVE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang