My Ex Is Back

341 26 1
                                    

Setelah perjuanganku kesini? Maksudku setelah semua yang ku lakukan, apa aku belum punya tempat istimewa di hatimu?

Steve menatap gemerlapan kota di bawah dari kantin rumah sakit. Udara malam menerpa kulitnya dengan lembut. Begitu dingin. Serasa membekukan ia sampai ke tulang-tulang. Tapi, hal itu sama sekali tak membuat ia berniat untuk meninggalkan tempatnya. Ia menyilangkan kedua tangannya dan bertumpu pada meja persegi. Segelas expresso menemani kesendiriannya. Suasana kantin begitu lengang. Wajar saja, sekarang pukul satu dini hari. Siapa orang yang akan pergi ke kantin pukul segini? Ah, pertanyaan bodoh. Tentu saja salah satunya adalah adalah ia.

Fyuh...

Steve menghela. Sebenarnya pemandangan kota itu sangat indah. Tapi hal itu sama sekali tak dapat menghibur dirinya. Beberapa hari ini kepalanya sibuk dipenuhi oleh Nita. Bahkan gadis itu tadi sempat memotong pergelangan tangannya. Untunglah ia cepat datang, jika tidak, mungkin Nita tak akan dapat ditolong. Ia harus menunggu selama hampir sejam sampai tangan Nita selesai dijahit. Sebenarnya apa yang ada di pikiran gadis itu sampai ia nekat untuk melakukan hal bodoh seperti itu? Steve menyesap expressonya sampai tingggal seperempat. cairan hitam kecoklatan itu turun melalui tenggorokan lalu jatuh ke dalam perut. Memberikan kehangatan pada Steve. Sepertinya ia akan bergadang lagi malam ini.

Steve berniat untuk menghubungi mamanya atau tante Ica, memberitahu kondisi Nita saat ini. Tapi ia tak tega untuk membuat susah kedua orang itu. Steve menyenderkan tubuhnya pada kursi kantin. Memejamkan matanya untuk tetap tenang.

Srett.

Steve membuka matanya saat mendengar suara geseran kursi. Ia begitu kaget kala mendapati seorang gadis telah duduk di depannya. Menatap dalam ke mata hitamnya dan menyunggingkan senyuman yang sangat manis.

"Hai, apa kabar?" Tanya gadis itu dengan tetap tersenyum.

Steve memasang wajah datarnya. "Why you here?"

Gadis itu tertawa kecil mendengar ucapan Steve barusan. "Oh, c'mon boy. Aku juga bisa berbahasa indonesia. Kau tak perlu menggunakan bahasa itu padaku."

Bukannya ikut tertawa, Steve malah mengulum bibirnya. Ia benar-benar malas karena harus melihat gadis itu disini. Ingat, bukan benci. Hanya malas. Setelah selesai mendengar gadis itu tertawa, Steve kembali buka suara. "Sudah selesai tertawa?" Dan dijawab anggukan oleh gadis itu."Kalau begitu jawab pertanyaanku tadi." Ucapnya tegas.

Mendengar suara yang tak bersahabat itu membuat si gadis menundukkan wajahnya. Menutup matanya yang ia rasa sudah memanas. Wah, lihatlah. Apakah seperti itu respon seseorang jika temannya telah datang dari tempat yang sangat jauh jaraknya dari tempatmu? Malah sudah beda benua. Steve tidaklah buta, ia bisa melihat mata yang berkaca-kaca itu. Seketika ia ragu untuk melanjutkan perbincangan dengan gadis di depannya. Asal kalian tahu, Steve tak bisa melihat seorang perempuan menangis. Ibunya selalu mengajari untuk menghormati wanita, karena dengan begitulah ia bisa membuktikan bahwa ia telah menghormati ibunya.

"Juny..." panggil Steve lembut. Dan sialnya, panggilannya malah semakin membuat mata gadis itu berkaca-kaca. Oh ayolah, kenapa setiap perempuan begitu sensitif bahkan hanya pada nada suara? Mereka juga bisa menangis tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas. Dan itu sungguh membuat para pria kerepotan. "Juny.." Panggil Steve sekali lagi.

"Hiks... aku merindukanmu, Steve." Akhirnya gadis itu mengeluarkan suaranya.

Steve menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Inilah yang tak ia sukai dari Juny. Gadis itu sangat terobsesi pada dirinya sampai membuatnya risih. Dulu saat di Britney, gadis itu selalu berlari ke arahnya dan memeluknya. Juny tak pernah malu akan tindakannya karena disana hal seperti itu sudah biasa. Oh ayolah, Steve dididik dengan budaya ketimuran ibunya, dan ia tidak suka terlalu dekat dengan perempuan seperti itu. Kecualikan Nita di situ.

SILENT LOVE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang