Enam

3.5K 238 4
                                    

Sore ini aku sedang menonton berita di tv. Beritanya kebanyakan tentang pilpres lima tahunan yang sebentar lagi akan dilangsungkan. Umurku belum 17 tahun, jadi aku belum bisa mengikutinya.

Aku melihat para ajudan-ajudan paslon presiden dan wakilnya itu. Sepenglihatanku, mereka gak jauh lebih baik dari papa.

Bahkan menurutku papa jauh lebih keren dari para ajudan orang-orang penting itu.

Papa pernah berjanji padaku, kalau ia bisa sampai bekerja menjadi seorang ajudan presiden, dia akan mengajakku berkunjung ke istana presiden. Tapi sampai saat ini, keinginan papa itu masih belum terwujud. Mungkin papa masih kurang kriterianya, hingga dia sulit untuk menjadi ajudannya presiden.

"Lagi nonton apa bengong nih? Awas kesambet loh..!"

Aku menoleh ke arah pintu depan. Ternyata Kak Randy udah berdiri di situ.

"Yeee,malah bengong lagi lo. Boleh masuk gak gue?"

"Ehhh -- iya. Masuk, Kak..!"

Aku jadi salah tingkah begini. Mana habis bangun tidur siang, aku belum mandi lagi. Rumah belum aku bersihin. Ditambah, coretan-coretan asal yang kulakukan saat lagi gak ada kerjaan.

"Kak Randy dari mana? Kok rapih banget?"

Kak Randy duduk di sofa dengan kakinya yang terbuka lebar banget. Biasanya yang suka duduk dengan posisi kayak gitu si papa.

"Gue dari rumah. Sengaja mau kesini."

"Ooo..."

Kak Randy membuka tas ranselnya. Dia mengeluarkan beberapa buku soal dan catatan. "Kan kita udah janjian mau belajar bareng. Jangan bilang lo lupa lagi, Dek.."

"Aku mandi dulu ya..!"

Aku bergegas mandi. Lalu cepat-cepat berganti pakaian, dan kembali ke ruang tamu. Aku lupa kalau aku dan Kak Randy kan udah janjian belajar bareng.

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang