Dua.Dua

2K 205 4
                                    

Aku bangun pagi-pagi sekali, karena pagi ini aku harus ketemu papa dan membicarakan hal penting ini padanya. Tapi rasanya, pagi ini badanku lemas sekali rasanya. Padahal sepekan ini aku terus beristirahat di kamarku, dan meminum selusin obat dari dokter pun tak pernah kulewatkan.

"Mas Galuh, papa masih ada kan?"

"Masih, Den. Tadi saya lihat papanya Den Jevin baru selesai olah raga."

"Tadinya itu kapan, Mas?"

"Hmmm..." Mas Galuh garuk-garuk kepala. "Mungkin 45 menitan yang lalu."

Aku gak punya waktu banyak. Setiap detik sangat berharga untukku. Papa sekarang cuma waktu satu atau dua sajam di rumah. Setelah itu ia akan lebih sering menghabiskan waktunya di rumah kemenangan dengan para partai pendukungnya.

"Aduh..."

Aku nyaris terjatuh. Tapi untungnya Mas Galuh bisa menangkapku.

"Den Jevin istirahat aja dulu."

"Aku harus ketemu sama papa, Mas. Sekarang juga."

"Tapi, Den.."

Aku memaksa lagi untuk berdiri. Tapi kakiku tak cukup kuat untuk menopang tubuhku sendiri. Rasanya lemaa sekali. Lebih lemas ketika aku baru sadar dari siumanku yang terakhir.

"Aku harus ketemu papa, Mas!"

"Selamat pagi, Den Jevin.."

Mas Erick muncul lagi. Entah kejutan apa yang dia bawakan lagi pagi ini untukku.

"Saya baru saja membuat roti lapis daging asap dan greentea hangat, yang bisa membuat tenaga kita cepat pulih."

"Aku kira puding lagi, Mas."

"Saya dimarahin sama si Mbok, Den. Hhaha."

Aku angkat bahu. Meski sarapanku pagi ini roti lapis, tapi aku yakin apapun yang dibuat Mas Erick rasanya gak perlu diragukan lagi.

"Aku harus ketemu papa sekarang, Mas Galuh."

"Papa ya?" Mas Erick menimpali. "Papanya Den Jevin sudah pergi. Tadi kelihatannya buru-buru sekali."

Tubuhku makin lemas. Kalau papa sudah pergi, itu artinya aku baru bisa menemuinya lusa besok.

"Saya permisi dulu, Den. Mari Mas Galuh."

"Terima kasih, Mas Erick." Mas Galuh yang menyahut.

Nafsu makanku hilang. Perutku juga sekarang mual sekali.

"Den Jevin harus dipaksakan sarapan ya."

Aku mengangguk. Kubiarkan Mas Galuh memotong kecil-kecil roti lapis itu. Agar bisa kumakan dengan mudah.

"Makan ya, Den. Biar Den Jevin cepat sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasanya.."

Iya, Mas Galuh --"

Aku membuka mulutku. Namun ---

'Jangan! Jangan dimakan! Bahaya..!'

Aku tersentak. Suara itu -- suara yang selalu muncul ketika aku akan makan dan minum -- suara yang selalu sama -- namun bedanyanya kali ini, suara itu terdengar jelas dan kencang sekali.

"Den Jevin kenapa?"

"Mas Galuh denger suara gak?"

Mas Galuh celingukkan. "Suara apa, Den?"

"Tiap kali aku mau makan makanan yang dibawa sama Mas Erick, pasti suara itu selalu muncul, Mas.."

"Tapi saya tidak mendengar suara apa-apa." Ujar Mas Galuh. "Yuk, Den. Sesuap aja. Perut Den Jevin harus diisi."

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang