Satu.Tiga

2.9K 227 6
                                    

Aku melompat sambil kuarahkan bola basket ke ring di ketinggian beberapa meter itu.

Duongg..!!

Dan bola itu meleset lagi untuk kesekian kalinya. Aku menyerah. Aku sudah gak kuat lagi. Mau sampai berapa kali pun aku mencobanya, aku tetap gak bisa memasukkannya.

"Sekali lagi, Den.."

"Sekali lagi apaan?!! Nih, Mas Galuh aja sana yang masukkin!" Aku lempar bola basketku ini kepada Mas Galuh. Lalu aku tiduran terkapar di tengah-tengah.

Kenapa sekarang aku jadi kayak gini ya...?

Lari sedikit aja rasanya capek dan ngos-ngosan banget. Main basket pun, aku seperti buta sama sekali. Padahal kata Pak Hans, dulu itu aku pernah jadi ketua tim basket di sekolah. Terbukti dengan foto-fotoku dan tim basket sekolah yang dipajang di kamarku.

"Sudah nyerah?" Om Brama berjongkok di sebelahku.

"Tau ahh..!"

"Gak usah terlalu dipaksakan. Besok kan masih bisa lanjut latihan lagi."

Nah gitu dong! Daritadi kek, kan aku bisa cepet-cepet tiduran di kasur kamarku yang nyaman.

"Tapi Den Jevin kan baru latihan 15 menit, Mas Brama --"

Om Brama menoleh padaku. "Aden masih mau latihan?"

Aku menggeleng. "Badanku pada pegel semua. Kayaknya aku mau panggil tukang pijet aja.." Ucapku sambil pura-pura mengacuhkan Mas Galuh.

Gara-gara dia, sekujur tubuhku rasanya remuk gak karuan..!

Om Brama menawarkan memijatku. Dan dengan senang hati, aku mempersilahkannya. Kayaknya sih bakalan enak, dipijet sama Om Brama.

"Den, saya minta maaf kalau terlalu memaksa tadi."

"Udah telat, Mas."

Om Brama menyusul masuk ke dalam kamarku sambil membawa semangkuk minyak esensial beraroma soft menenangkan. Sementara itu, kulirik Mas Galuh masih berdiri di dekat pintu kamarku.

"Mau dipijat mananya, Den?" Tanya Om Brama.

"Semuanya aja, Om. Tapi pelan-pelan aja loh...!"

"Maaf Den, apa Den Jevin bisa menanggalkan seluruh pakaiannya?"

"Hhhaahh?!!"Aku melongok sejadinya. "Berarti nanti keliatan dong, Om?"

"Kan bagian belakangnya aja, Den. Selain itu, nanti ditutupi dengan handuk."

Oke. Aku menyetujuinya. Kusuruh Om Brama dan Mas Galuh untuk menatap, sembari aku melepas seluruh pakaianku.

Aku pun tiduran terlungkup di atas kasur. Begitu kusuruh membuka mata, Om Brama langsung menutupi kedua bongkahan pantatku dengan handuk.

Aku agak merinding, ketika Om Brama mulai melumuri bagian kakiku dengan minyak esensial itu.

"ADOOOWWWWW...!!" Aku refleks berteriak keras sekali, dan tanpa sadar kutendang perut Om Brama. "YANG BENER AJA, OM!! SAKIT GILA..!!"

Om Brama sama Mas Galuh malah menatapku dengan tatapan nyaris tak berkedip. Awalnya aku gak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sampai kemudian aku baru menyadari kalau ---

"Belalainya Den Jevin nongol.."

"Mas Galuh gak lucu, tau..!!" 

Aku langsung berdiri, dan memakai kembali pakaianku. Gak peduli lagi, mereka melihat lubang pantatku sekalian...!

"Gak jadi saya pijet, Den?"

"Gak!" Sahutku. "Mendingan Om Brama keluar sana! Dasar jelek!"

Aku memalingkan muka. Tapi bagaimanapun juga, akulah disini majikkannya. Sedang mereka berdua itu cuma pengawal pribadi, yang bisa kapan aja aku tendang ke jalan.

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang