Satu.Tujuh

2.2K 190 6
                                    

"Mas Galuh lagi apa?"

Aku mendorong pintu kamarnya dan langsung masuk tanpa menunggu jawaban. Karena pikirku, ini kan rumahnya papa dan itu artinya rumahku juga. Jadi, aku berhak masuk ke setiap kamar di rumah ini.

Om Brama gak ada. Karena dia lagi latihan di halaman belakang sama ajudan papa yang lainnya.

Aku mendekati pintu kamar mandi. Karena aku dengar suara shower yang menyala. Pagi ini sebetulnya tugas Mas Galuh untuk menemaniku lari pagi. Tapi, sampai aku sudah siap dan rapih dengan setelan kaos dan celana training, Mas Galuh belum juga mendatangi kamarku.

Aku mendorong pelan pintu kamar mandi, yang rupanya tidak terkunci itu. Dan aku langsung bisa melihat tubuh Mas Galuh yang tanpa sehelai benang pun sedang di menyabuni setiap inci tubuhnya.

Aku masih tetap diam dan memperhatikan Mas Galuh. Kulihat punggungnya yang kekar dan kokoh. Juga kedua bongkahan pantatnya  yang sangat padat dan seksi itu.

Namun sedetik kemudian, nafasku seolah tertahan. Melihat Mas Galuh yang lagi mengocok penisnya itu.

Aku bisa tahu, karena dengan mengejutkan dia membalikkan badannya ke arahku.

Mas Galuh memejamkan matanya. Dia kelihatan sangat menikmati sekali perbuatannya itu. Tangan kanannya mengocok penis. Sementara tangan kirinya memilin putingnya yang kecokelatan itu.

Aku jadi terangsang. Perlahan tapi pasti, penisku pun mulai ereksi.

Kulihat Mas Galuh makin mempercepat gerakkan tangannya. Seluruh sabun di tubuhnya itu telah luruh. Otot di perutnya mengeras dan dia terlihat seperti sedang mengejang.

Entah setan apa yang merasukiku saat ini. Aku langsung menerobos masuk, menepis tangan Mas Galuh dan kumasukkan seluruh batang penis Mas Galuh ke dalam mulutku.

Mas Galuh syok dan kaget bukan main. Dia berusaha mendorongku. Namun sayang, Mas Galuh sudah mengeluarkan pipis di dalam mulutku.

"Jangan ditelan, Den!! Buang, Den..! Itu air kotor!"

Glek..!

Aku terlanjur menelannya. Rasanya -- aku tidak bisa kuutarakan. Hanya saja, aku seperti teringat akan sebuah kejadian.

Kejadian dimana aku --- arghhh...!!

Kepalaku sakit bukan main. Seperti ada ratusan paku tajam yang dibenamkan di kepalaku!

"Den -- Den Jevin kenapa?!!"

Apakah aku akan menemui ajalku secepatku ini? Apakah aku tidak akan bisa melihat papa lagi?

Pyaarrrr...!! Blasssttt...!!

~~ Geo, kalau kamu gak suka, kamu gak usah lanjut..! ~~

~~ Kamu ini ngegemesin banget sih, dek! ~~

~~ Oke-oke, aku minta maaf. Please, jangan marah lagi sama aku ya, Geo ~~

Geo...? Siapa sebenarnya Geo itu? Dan kenapa --- kenapa orang itu selalu menyebut nama Geo -- Geo -- dan Geo...!!?

"Papa...!!! Tolong Geo...!! Papa...!!"

#####

Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang. Perlahan mataku membuka. Sinar lampu yang amat terang ini, sungguh menyiksaku.

"Den Jevin sudah siuman..!"

Mas Galuh? Benarkah itu suaranya? Benarkah itu adalah sosoknya?

"Papa ---"

"Den Jevin jangan bangun dulu. Istirahat saja dulu."

"Om Brama...?"

Aku menatap mata cokelatnya yang tajam dan berkarisma itu. Mata yang terlalu indah untuk seorang pria yang tugasnya cuma menjaga diriku sepanjang hari.

"Papa mana, Om..?"

"Papa Den Jevin baru saja pergi setengah jam yang lalu. Tapi, sore nanti Papanya Aden sudah kembali lagi."

"Aku mau pulang aja, Om.."

Aku berusaha untuk bangkit lagi. Tapi kepalaku rasanya masih sangat berat dan sakit sekali. Badanku pun lemas dan seolah tenagaku terkuras habis.

"Nanti ya, Den. Setelah Den Jevin sudah baikkan."

Sepanjang hari Om Brama terus menjagaku. Dibalik wajah tegas dan kerasnya itu, namun dia mempunyai hati yang sangat baik. Bahkan kurasa lebih baik dari papaku sendiri.

#####

Aku mencari sesuatu yang bisa kujadikan petunjuk, untuk mencari tahu -- siapakah sebenarnya sosok bernama Geo -- yang sering datang mimpi dan sekelebatan memori di kepalaku.

Aku membuka semua buku tulis, catatan, cetak, sampai buku porno yang kusimpan di sebuah kotak rahasia pun -- aku bongkar semuanya.

Jika memang aku tidak kenal dengannya, lantas kenapa bayang-bayang akan orang itu selalu muncul dan menghilang sesukanya?

"Den Jevin sedang mencari sesuatu?" Mas Galuh masuk ke kamarku dengan wajah hati-hati.

Aku bangkit dan menutup pintu kamarku rapat-rapat. "Mas, aku minta maaf soal kejadian ---"

"Den Jevin, kejadian itu sudah setahun yang lalu. Dan saya pun sudah melupakannya."

"Mas Galuh gak marah sama aku kan?"

Mas Galuh menggeleng. "Den Jevin sedang mencari sesuatukah?"

Aku mengangguk. Lalu kuedarkan pandanganku ke setiap sudut kamarku yang sudah seperti kapal pecah aja.

"Mas, waktu aku melakukan itu -- tiba-tiba kepalaku sakit banget. Tapi --- aku kayak melihat sosok seseorang.."

"Maksud, Den Jevin?"

"Orang itu kayaknya udah gak asing buatku. Tapi anehnya -- orang itu bukannya menyebut namaku. Tapi dia menyebut sebuah nama yang aku sama sekali gak kenal, Mas Galuh..!" emosiku seperti meledak-ledak.

Aku menyalahkan takdir yang telah membuatku seperti sekarang ini...!

"Den Jevin tenang dulu..."

"Aku pasti dulu pernah menyimpan sesuatu yang berhubungan sama orang atau nama itu. Cuma, aku --- Mas Galuh tolong bantuin aku ya.."

"Baik, Den.."

Aku dan Mas Galuh terus menelusuri setiap inchi bagian di kamarku. Sampai ruangan khusus tempat koleksi sepatu dan jam tangan mahalku disimpan, tak luput dari perhatianku.

Aku pasti bisa menemukannya. Aku yakin sekali kalau...

Ting..!

"Argghhh...!!" Aku terjatuh sambil memegangi kepalaku. Rasa sakit itu menjalar ke sekujur tubuhku. Dan ini sungguh sangat menyiksaku.

"Den Jevin istirahat saja dulu ya. Saya ambilkan obat dan air."

Ting..!

Ting..!

Ting..!

Suara ini... Sebenarnya suara apakah yang sangat membuatku kesakitan dan tersiksa ini?!!

"Ya ampun, Den! Kenapa hidung Den Jevin keluar darah?!"

"Sakit, Mas..!! Sakit...!! Argghhh...!!"

#####





Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang