Dua.Enam

2.1K 187 4
                                    

Apa yang kutakutkan akhirnya terjadi juga. Papanya Kak Jevin, harus dilarikan ke rumah sakit karena kondisi tubuhnya yang menurun tiba-tiba.

Aku diberitahu oleh salah satu ajudan papa saat sedang main ular tangga di kamar dengan Mas Galuh.

Aku dan Mas Galuh langsung meluncur menuju rumah sakit tempat dimana papanya Kak Jevin di rawat.

Begitu aku sampai, mulai dari depan pintu masuk utama hingga ke dalam lobinya, sudah dipenuhi oleh para wartawan.

Mas Galuh mengajakku masuk melalui pintu samping. Meski kami bertemu dengan lima wartawan yang sedang berbincang satu sama lain, tapi sepertinya mereka itu tidak tertarik padaku. Atau mungkin tidak kenal denganku. Entahlah.

Degh...!

"Tunggu, Den..!"

Mas Galuh tiba-tiba menarikku ke dalam dekapannya. Dia seperti sedang melindungiku dari sesuatu.

Jantungku berdebar bukan main. Kuperhatikan wajah Mas Galuh yang kelihatan keren sekali. Dia itu seperti pahlawan pelindung bagiku.

"Peduli setan dengan jabatanku! Yang terpenting adalah Marvin sekarang sudah dalam keadaan sekarat!"

Mataku membulat. Suara itu, meski terdengar pelan, tapi telingaku masih bisa menangkapnya.

"Kita biarkan dulu dia jadi presiden -- baru setelah itu, dia kita lengserkan! Dan kamu -- bisa menjadi penggantinya..!"

"Ckckck, selain cantik kamu juga jahat dan cerdik sekali.."

Aku ingin melihat. Tapi Mas Galuh menghalanginya. Kini aku cuma bisa melihat dada bidangnya yang terhalang oleh setelan jas hitamnya yang press body itu.

"Hei, aku sudah bilang -- jangan pernah menyentuhku!"

"Tapi kenapa, cantik?"

"Aku tidak suka dengan pria tua sepertimu."

"Cih, kamu pikir kontolku ini gak cukup kuat untuk mengobrak-abrik vaginamu itu?"

"Aku mau ketiga ajudanmu itu. Suruh mereka datang ke tempatku malam nanti."

"Aku bisa memuaskanmu lahir batin, Teresa!"

"Pergilah ke Korea. Operasi dulu wajahmu itu. Baru kamu boleh menyentuhku. Paham..?!"

Aku mau melihat lagi, tapi Mas Galuh kini malah memeluk pinggangku kuat-kuat dengan satu tangannya.

Kutonjok kuat-kuat dadanya, tapi sepertinya itu tak berpengaruh buatnya. Aku memang terjebak dalam tubuh Kak Jevin, tapi tenaga dan pikiranku masihlah punya Geo. Diriku yang sebenarnya.

"Hmmpp..!"

Mas Galuh membelalak padaku. Lalu dia melepaskan tangannya juga.

"Den Jevin.."

"Jangan suka peluk-peluk sembarangan! Aku bilangin Mas Erick nanti!"

"Maaf, Den.."

Hahah, Mas Galuh sekarang jadi salah tingkah sendiri. Kalian tahu apa yang kulakukan tadi?

Tadi itu, aku remas kuat-kuat burungnya supaya dia melepaskanku. Dan ternyata caraku itu memang berhasil.

Di dalam lift, Mas Galuh kelihatan terus membetulkan reseleting celananya. Gerak-geriknya itu kelihatan aneh sekali.

"Kenapa sih, Mas?"

"Enggak, Den. Gak papa kok."

Dia berbohong. Kelihatan dari gesture dan mimik wajahnya.

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang