Tujuh

3.3K 255 4
                                    

Papa emang udah pulang dari luar kota. Tapi sesampainya di rumah, orang-orang yang aku gak tahu siapa mereka itu, seolah merebut papa dari kehidupanku. Mereka itulah yang sudah membuat papa berubah. Dari yang tadinya sangat memperhatikan dan menyayangiku, menjadi sangat cuek dan tidak peduli.

"Den..." Om Brama meraih pundakku. "Den Jevin gak usah sedih. Kalau semuanya sudah lewat, pasti papanya Den Jevin akan seperti dulu lagi."

Aku kembali ke kamar. Tiduran lagi dengan perasaan kacau dan gelisah. Biasanya kalau papa kembali ke rumah ini, dia akan langsung ke kamarku. Memberikan ciuman selamat pagi. Menuntaskan rasa kangen dan rindunya padaku. Tapi pagi ini --- papa tidak melakukannya.

Om Brama meraih kakiku. Lalu dia memijatnya perlahan. Rasanya enak sekali.

"Den Jevin mau saya buatkan sarapan apa?"

"Aku belom laper, Om."

"Den Jevin harus tetap sarapan ya. Karena sarapan pagi itu penting. Supaya kita punya tenaga untuk memulai hari ini. Selain itu, supaya darah yang tersuplay ke otak menjadi lancar. Agar pikiran kita tetap jernih."

Aku menggeleng dengan wajah cemberut. Papa beneran gak mau menemuiku. Aku benci dengannya!

Aku pun bergegas turun dari kasurku. Kalau dia gak mau menemuiku, biar aku aja yang menemui dia..!

Sesampainya di depan pintu kamar papa, aku tidak mendengar apa-apa. Rasanya sangat sepi dan hening sekali. Aku rasa itulah kenapa papa memilih kamar diujung lorong ini.

Terkunci. Tapi aku tidak kehabisan akal. Aku masuk melalui pintu ruang kerjanya, dengan akses sidik jariku dan pemindai iris retina mataku sendiri.

Ttiittt...!

Pintu ruang kerja papa terbuka juga. Kulihat Mas Galuh dan Om Brama sedang berdiri di kejauhan sana. Memang, kawasan ini sangat terlarang untuk siapapun. Terkecuali papa dan aku sendiri.

"Papa..." Aku memanggilnya pelan. Kulihat kopernya itu sudah tergeletak di dekat meja kerjanya. Masih tidak ada jawaban. Apa mungkin papa lagi di bawah ya?

"Pa..." Aku memanggilnya lagi.

Sampai kemudian, telingaku menangkap suara yang aneh. Suara yang datangnya dari ruang perpustakaan pribadi milik papa.

Aku menggeser perlahan pintu penghubung antara ruang kerja papa dengan ruang perpustakaan pribadi di sebelahnya.

Suara itu makin lama makin jelas terdengar. Sampai kemudian, mataku melihat papa yang sedang berjalan dalam keadaan telanjang bulet..!

Aku bersembunyi di balik salah satu rak buku. Dalam pencahayaan temaram itu, aku bisa melihat tubuh papa yang bersimbah keringat. Dia berdiri memunggungiku. Kelihatannya dia sedang meminum sesuatu. Mungkin aja alkohol. Atau apalah itu.

"Pak Marvin..."

Mataku membelalak. Suara yang barusan kudengar itu adalah suara seorang perempuan...!

Papa berbalik. Kini bisa kulihat jelas penis papa yang sedang mengacung ke atas dengan sangat kokoh itu.

Sedetik kemudian, sesosok wanita bertubuh sedang mendekati papa. Tapi papa malah menekan bahu wanita itu.

Aku gak tahu apa yang dilakukan wanita itu sama papa. Tapi yang pasti, sekarang papa sedang mendesah dengan mata memejam dan kedua tangannya menjambak rambut wanita itu.

Jantungku berdebar-debar. Melihat dua orang dewasa yang sama-sama dalam keadaan tak memakai baju itu.

Dan...

Sekarang papa mendorong tubuh wanita itu hingga jatuh tiduran terlentang. Papa membuka lebar-lebar kedua kaki wanita itu. Lalu kulihat papa membenamkan kepalanya diantara kedua paha wanita itu.

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang