Satu.Delapan

2.3K 196 14
                                    

Kak Randy menyodorkan padaku tiga buah kotak berukuran sedang. Katanya, isi di setiap kotak ini berbeda. Dan aku harus memilih salah satunya.

Yang membuatku deg-degan adalah, kata Kak Randy kalau aku mendapatkan sebuah liontin berbentuk hati -- maka aku harus menerima cintanya.

Umurku beberapa tahun lebih muda dari Kak Randy. Dan aku tidak pandai dalam bidang olah raga apapun. Aku juga tidak kaya seperti dirinya. Dan sebetulnya aku masih belum bisa melupakan sepenuhnya Kak Rega.

Aku memejamkan mataku. Dan kotak yang kupilih adalah kotak sebelah kiri.

"Kalau kamu mendapatkan mawar hitam, itu artinya -- hubungan kita tidak akan lebih dari sekedar teman."

Aku kagum dengan kalimat Kak Randy yang belakangan ini, menjadi sangat bijak dan dewasa.

Kak Randy membuka kotak itu. Wajahnya berubah kecewa saat itu juga. Dia keluarkan setangkai mawar hitam yang sudah hampir layu itu.

"Coba sekali lagi ya.."

Ini adalah permohonan Kak Randy yang kesekian kalinya. Dan meskipun ia memohon sampai ratusan kali, tampaknya aku memang bukan ditakdirkan untuk menjadi orang yang spesial di hatinya.

"Fuck!!"

Kak Randy marah dan emosi sekali. Ia membawa ketiga kotak itu dan melemparnya ke halaman depan.

"Kenapa gue gak pernah seberuntung Rega?!! Shit..!!"

"Kak Randy.." Aku memegang tangannya yang kurasakan sangat dingin sekali. "Aku sayang kakak.."

"Kalo lo sayang gue, seharusnya yang lo pilih itu kalung liontin! Bukan mawar hitam itu, Geo!! Fuck...!!"

Kak Randy itu sifat pemarahnya kayak papa. Kalau ada sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya, pasti emosinya akan meledak-ledak.

Yang aku takutkan cuma satu, dia akan membenci dan meninggalkanku setelah kejadian ini.

Padahal aku sudah mulai membuka hatiku untuknya.

"Misi, Mas..."

"Ehh Bu RT. Ada apa, bu?"

"Itu Nak, ada orang di warung mampir. Mobilnya mogok. Dikira bensinnya habis. Udah diisi, ehh -- masih mogok juga."

"Kak Randy ngerti mesin mobil gak?"

Dia angkat bahu. "Yang itu ya mobilnya?" Kak Randy memanjangkan lehernya. Dan akupun melihat sedan putih yang warnanya masih mengkilat itu.

"Tolongin ya, Kak. Kan kasihan dia."

"Ya tapi ---" Kak Randy menggaruk kepalanya. "Aku gak gitu paham."

"Kita samperin dulu aja deh.."

Kami berdua berjalan mengekor di belakang Bu RT. Saat aku sampai di warungnya Bu RT, kulihat sesosok cowok dengan postur tubuh setinggi Kak Randy, memakai kacamata hitam, dan sedang meneguk teh botol dingin.

"Mas ini ada Nak Randy. Sepertinya Nak Randy ini agak paham."

Cowok itu bangkit dan melepas kacamatanya. "Lo montir ya? Beresin mobil gue deh. Tapi bisa cepet gak? Soalnya gue lagi ada urusan penting."

"Cih -- anak kota aja belagu banget..!"

"Kak Randy itu bukan montir. Tapi dia sering otak-atik motornya.." Aku menyela pembicaraan. Meski aku tahu kata papa itu sangat tidak sopan.

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang