Dua.Delapan

4.1K 232 36
                                    

Satu tahun kemudian....

TING-TONG-TING-TONG...!!

"Papa bukain pintunya sana!!"

"Terus, Papa harus ke depan dengan tubuh penuh sabun?!"

Mataku memelotot. Candaan papa itu sama sekali gak lucu. Dia itu memang papaku. Dan aku ini anaknya. Tapi kan dia gak perlu memperlihatkan belalai gajahnya padaku juga..!

TING-TONG-TING-TONG..!!

"Sebentar...!! Gak sabaran amat!"

Dia lagi. Dia lagi. Maunya apa sih orang ini sebenarnya?

"Kakak mau apalagi kesini?"

"Mau main, emangnya kenapa? Gak boleh?" Sahutnya sambil masuk ke rumahku gitu aja.

"Siapa, Geo?"

"Kakak aneh itu, pa!"

Aku ikuti orang aneh itu. Seperti kemarin-kemarin, dia langsung duduk dengan kaki naik ke atas meja lalu menyalakan rokoknya sambil menonton tv.

"Ini kan ada asbak, jangan bikin kotor rumahku dong!"

"Yaelah, nanti juga gue sapu!"

Aku ke teras depan mengambil sapu ijuk. Lalu aku berikan padanya. "Jangan ngomong doang! Nanti sapuin!"

"Ehh, Jevin. Udah lama?"

"Rokok juga belom abis sebatang, Om."

Lihat aja tuh sikapnya. Masa bicara sama papa gak ada sopan santunya sama sekali? Kayaknya orang ini gak pernah lulus sekolah deh..

"Gimana di rumah? Aman terkendali kan?"

"Aman. Tapi aku agak muak aja ngeliat si Galuh sama Erick. Jijik gitu."

"Hahah, namanya juga mereka lagi kasmaran. Ya maklumin aja."

Nah kan, sekarang si papa ikutan ngerokok sambil naikkin kakinya ke atas meja. Beneran deh, mereka berdua itu bikin aku pusing aja.

"Billyard yuk Om, abis itu golf. Bete banget nih gue.."

Daripada aku pusing ngeliatin mereka berdua, mendingan aku berangkat sekolah sekarang.

"Aku berangkat dulu, pa.."

"Sendirian ya, Papa lagi males nih.."

"Uang jajannya dobel ya?"

Papa meraih dompetnya. Lalu dia memberiku uang dengan wajah ditekuk. "Uang Papa semakin menipis nih. Kamu tuh jangan boros-boros lah, Geo. Diirit-irit gitu."

"Aku berangkat ah..!" Kusambar uang dari papa dan aku langsung keluar dari rumah yang udah kayak tempat pembakaran jenazah itu.

Asep--Asep--Asep...

Dimana-mana asep dan ngebul kalo papa sama orang itu udah ngumpul. Emangnya aku ini bisa kenyang apa dikasih asep rokok terus?

Aku berjalan tergesa. Lalu saat aku sampai di depan rumah bercat hijau muda itu, aku bersembunyi di balik pohon beringin besar yang ada di depannya.

Biasanya, jam segini kakak yang kerjanya di rumah sakit itu juga mau berangkat kerja. Tapi ini kok, dia keliatan ya? Rumahnya juga tutupan dan sepi banget.

Apa jangan-jangan kakak itu pindah ya?

Tapi kalau misalnya dia pindah, pasti kan dia bilang dulu ke aku seenggaknya.

"Lagi ngintipin apa?"

"Ini, kakak cakep yang kerjanya di rumah sakit itu.."

"Owwhhh..."

Aku menoleh ke samping. Dan nyaris aja bibirku mencium pipinya yang mulus itu.

"Kak Randy kok tiba-tiba disini?! Pasti pakai ilmu seribu bayangan ya?"

"Haha, kamu itu lucu banget sih.." Kak Randy mencubit pipiku gemas. "Hari ini aku libur."

"Yahh.."

"Libur kerja kok. Bukannya libur anter jemput kamu.."

Aku menggeleng. "Jangan-jangan, aku gak mau ngerepotin kakak terus."

"Naik. Nanti kamu bisa telat loh.."

"Tapi..."

"Jangan kebanyakkan protes..! Naik, buruan..!"

"Iya. Makasih ya, kak.."

Aku pun naik ke atas motor matiknya. Dan seperti pagi-pagi biasanya, Kak Randy selalu menarik tanganku agar memeluknya.

Sebetulnya Kak Randy punya motor sport yang gede dan mahal itu. Tapi aku gak suka dibonceng pake motor itu. Aku lebih suka naik motor matik. Soalnya aku gak takut jatoh. Hhehe..

"Dek, nanti siang pulang sekolah kita ke Blok M yuk.."

"Mau ngapain, kak?"

"Makanlah, kan aku udah janji sama kamu. Kalo aku gajian, aku bakal ngajakkin kamu makan."

"Beneran, kak?"

"Iya..."

"Kak, aku boleh nanya gak?"

"Nanya apa, dek?" Kak Randy mengintip dari bahu kanannya.

Ia melajukan motornya pelan sekali.

"Kok Kak Randy belom punya calon isteri sih? Padahal kan Kak Randy itu udah bisa mandiri, keren, cakep, punya pekerjaan, rumah, sama motornya ada dua juga.."

"Hahaha.." Kak Randy malah tertawa. Lalu kurasakan tangannya memegang tanganku yang berada di perutnya. "Nanti juga kamu paham kok, dek.."

Aku tersenyum saja. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, kutempelkan sebelah wajahku pada punggungnya Kak Randy yang lebar dan kokoh itu. Aku nikmati tiap ritme detak jantungnya. Dan kuhirup pula aroma parfum maskulin dari tubuhnya.

Aku tidak malu meskipun aku harus mengulang kembali sekolahku. Semua ini karena kecelakaan yang kualami. Yang membuatku koma selama beberapa tahun. Itu yang papa katakan padaku.

Tapi dibalik itu semua, aku sangat senang dan bersyukur, karena aku bisa mengenal Kak Randy tetangga baruku yang sangat baik karena sering mengajakku makan, nonton dan malah sesekali membelikanku pulsa dan baju baru.

Dan juga orang aneh yang selalu datang ke rumahku pagi-pagi, dan baru pulang sore atau malamnya.

Meskipun aneh, kasar dan berisik, aku yakin kalau Kak Jevin itu pasti punya sisi baik dalam dirinya.

Hanya satu pertanyaan yang masih mengganjalku hingga saat ini.

Kenapa Kak Randy dan Kak Jevin punya banyak foto mereka sedang bersama dengan diriku?

Apa sebelumnya aku pernah bertemu dan kenal dekat dengan mereka...?

Atau...

Bisa jadi orang di fotonya Kak Randy sama Kak Jevin itu cuma orang yang wajahnya kebetulan mirip denganku.

Bisa saja kan...?

#####

~ E N D (?) ~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang