Satu.Satu

2.9K 243 8
                                    

Liburan ke Cipanas ini seperti mimpi buruk bagiku. Pertama, aku gak bisa keluar vila sedikitpun karena cuaca yang emang gak bersahabat banget.

Pas begitu sampai di vila, awan mendung udah bergulung-gulung. Angin dingin berhembus kencang. Ditambah lagi semua bukit dan pemandangan yang kata papa sangat indah dan hijau, harus tertutup kabut tebal.

"Dingin banget sih, pa..." Kataku sambil berlindung di bawah selimut.

"Mau Papa bikin anget gak?" Tanya Papa sambil menyelusup masuk ke dalam selimutku.

Kurasakan tangannya memelukku dari belakang. Hembusan nafasnya yang hangat pun seolah menggelitik tengkukku.

"Anak Papa sekarang udah besar ya..."

"Iya dong.." Jawabku dengan hati berdebar-debar. Entah perasaanku aja atau tidak, tapi kurasakan bibir papa seperti menyentuh tengkukku.

"Jevin inget gak, waktu pertama kali Jevin bisa pipis enak?"

"Apaan, pa? Pipis enak? Maksudnya apa sih?"

"Masa kamu lupa, hmmm?" Kata papa sambil mencium bagian belakang telingaku. "Waktu itu kamu diam-diam nangis di kamar mandi, dan Papa yang menenangkanmu."

"Ohh iya yahh..."

"Papa masih inget ekspresi kamu waktu itu. Kamu ketakutan sekali, kalau kamu itu sedang sakit parah dan akan meninggal."

Aku membalik badan. "Pa..."

"Iya.."

"Maafin Jevin ya..."

"Maaf untuk apa, hmmm...?" Papa mendaratkan sebuah kecupan di dahiku.

"Yang waktu itu ---"

Papa tersenyum padaku. Lalu tanpa kuduga, dia malah mencium bibirku. Aku tahu bahwa dia adalah papaku. Tapi aku tidak bisa menolak segala pesona dan birahinya.

"Kamu ingat, waktu Papa dan mama mau bercerai apa yang kamu katakan sama Papa?"

Aku mencoba berfikir sejenak. Lalu wajahku memanas seketika. Dan aku tak berani memandang wajahnya sedikitpun.

"Tapi Papa gak sayang sama aku. Buktinya Papa sama wanita itu..."

Papa menarik tubuhnya. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan yang tak bisa kumengerti.

"Maafin Papa, Jevin. Seharusnya Papa tidak pernah melakukannya." Papa menatapku lamat-lamat. "Kamu adalah darah daging Papa. Dan Papa..."

Aku memeluk papa. "Jevin sayang Papa. Jevin gak mau kehilangan papa...!"

"Jevin..." Papa membelai kepalaku.

"Pa --- boleh gak aku ---" Aku terdiam sejenak. Aku takut kalau papa akan marah.

"Jevin..."

Meski aku takut, tapi kupaksakan tanganku untuk menyentuh gundukkan yang ada di balik reseleting celana jeans papa itu.

"Jevin mau yang kayak waktu itu lagi.."

Aku menelan ludah. Aku ingat ketika waktu itu aku diam-diam memegang penis papa waktu dia lagi tidur. Karena papa diem aja, jadi kuteruskan dengan mengemutnya. Sampai akhirnya papa memuntahkan spermanya di dalam mulutku. Aku kira papa masih tertidur. Tapi ternyata tidak. Waktu aku bangun, aku melihat papa sedang tersenyum sambil menatapku.

"Jevin, katanya mau..."

Aku tersadar. Sekarang aku ingat, kenapa aku lebih memilih ikut papa ketimbang mama. Karena papa dan aku tidak hanya sekali dua kali melakukan hubungan ini.

Don't Kill Me Papa!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang