Rain(y) Rei | -18-

80 6 0
                                    

Aku selalu disini. Untuk membantumu bangun jika sewaktu-waktu kau jatuh nanti.

Rainylia Lilian Putri

Jus a reminder,,

Jangan lupa VOTE, COMMENT + SHARE cerita ini ke seluruh sosial media yang kalian punya!

Jan lupa VOTE gengs, biar aku senyum. Biar jadi penyemangat nulis dan bisa apdet cepet :)

Happy Reading:))

Rain mengedipkan matanya berkali-kali. Salah satu hal yang selalu ia lakukan jika sedang grogi.

Tapi untungnya, sampai saat ini, masih belum terjadi hal yang tidak di inginkan.

Seperti, Rei yang akan meninju Ivander mungkin (?) Atau membalikkan meja yang berisi makanan mereka dengan sengaja dika merasa kesal.

Itulah yang terlintas di benak Rain saat melihat Rei mengeluarkan aura permusuhan yang sangat kental.

"Apa kabar, Rainy?" Ivander menatap Rain dengan hangat. Di temani senyum hangat yang tidak terlihat begitu ramah. Mengarah ke sinis lebih tepatnya.

Tapi Rain tidak begitu ambil pusing.

"Baik, Om. Om sendiri?" tanya Rain ramah.

Ivander mendengus pelan. "Baik," jawabnya.

Rain mengangguk-angguk senang dan fokus lagi pada makanannya. Tapi genggaman erat di tangannya sungguh membuat tidak fokus.

Kepala Rain memiring. Menatap Rei bingung dengan dong akan kepala sebagai pertanyaan non-verbal, "Kenapa?"

Jangan terlalu banyak omong sama dia.

Begitulah yang tertulis di layar handphone yang Rei tunjukkan padanya.

Pemuda ini masih saja...Makanya Rain mencubit lengan bawah Rei kesal dan kembali makan. Tidak peduli dengan reaksi Rei setelahnya.

"Bagaimana denganmu, Reihan?"

Rei mengeringkan matanya jengah ketika suara itu menusuk telinganya. Ia benar-benar tidak duka di panggil Reihan oleh pria itu. Rei sangat tidak suka namanya disebut-sebut dengan mulut kotor itu.

"Kau sudah berpikir untuk meninggalkan wanita gila ini dan mengganti margamu menjadi Muller lagi? Sejujurnya nama Dirgatta Reihansel Muller lebih cocok daripada Dirgtta Reihansel Wijaya."

Rei melempar pisau dan garpunya ke tengah-tengah meja. Mendorong piring makannya sampai menabrak piring Ivander.

Dan dengan enaknya pria tua itu malah tersenyum. Seakan senang sekali sudah menyulut kemarahan Rei.

"Jika kau masih ingin dinner ulang tahunmu berjalan dengan baik, jangan menyulut emosiku, Pak Tua. Aku sudah pernah menjawabnya."

Rei mengambil gelasnya. Menyesap wine yang ada di situ sedikit. "Dan lagi, aku muak berada disini. Jadi jangan membuatku tambah muak."

Rain(y) Rei (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang