Kitab Romancuk

Rahvayana, di Atas Cinta dan Kerinduan adalah Kebahagiaan

     Rahwana pernah bilang,"Akhirnya, kita ketemu juga, ya, Sinta." Terus dilanjutkan tawa khasnya,"Heuheuheuheu...".

     Konon, Rahwana lagi nonton Les Miserables sama Sinta di Kallang Theatre Singapur. Kamu harus tahu babak ini pas Rahwana panjang lebar ngerayu Sinta dan tak pernah berani bertanya apakah Sinta sudah menikah. Tak usah risau aku pun tak akan pernah menanyakan hal ini sama kamu.

Aku tahu di atas cinta dan kerinduan adalah kebahagiaan. Aku juga tahu, dari pada surat-surat yang dibungkus tas Hermes lebih baik update bisikan gelembung Rahvayana di instagram. Iya kan? Siapa tahu disela kesibukan menyeka keringat di keningmu, kamu akan ngecek ig, iya kan? 

Aku juga tak akan gombal ke kamu pakai puisi surgawinya Ibnu Hazm dari Thauqul Hamamah atau mengulang quotes Gus Sir Muhammad Iqbal dari tweetnya bahwa "Aku ragu ada dan tiadaku. Tapi cinta mengumumkan aku ada."

      Aku hanya sedikit membahasakan rinduku dengan penuh aroma rayuan di sana-sini. Persis seperti senyummu saat pertama jumpa. Atau sekedar burung merpati yang berterbangan di atas hamparan kebun melati. Atau seperti bintang yang berhamburan di atas langit pegunungan Pekalongan. Semua jelas. Dan, kamu masih tak merasa bahwa 'akhirnya kita ketemu juga, ya, Sinta?'

      Kamu memang bukan Sinta tapi aku ingat Gus M. Al-Fayyadl dawuh di Filsafat Negasinya bahwa "Nihil Novou Sub Sole", tak ada yang baru di bawah kolong matari. Semua kisah sudah pernah ada.  Tapi aku tak yakin kalau Rahwana mendahulukan instagram pada suatu ketika rindunya pada Sinta ia titipkan pada angin.

     Lantas kamu juga harus tahu kalau mantra "nihil spectari homine admirabilius" pernah diijazahkan oleh Ibnu Qutaybah dalam kitab Khalq al-Insan yang diulang filsuf Pico della Mirandola dan ditulis lagi sama Bib Ismail Fajrie Alatas. Kamu rapal mantra itu saat hidup terasa berat kau jalani, "tak ada yang lebih mengagumkan dari pada manusia".