18. Nano Flavor

1.2K 249 204
                                    

"Jisoo?"

Chan sungguh terkejut melihat keadaan salah satu sahabatnya. Bagaimana tidak? Chan bahkan sudah jutaan kali mewanti Jisoo agar tak berkeliaran sembarangan di Fakultas Teknik. Sekarang, gadis itu malah menangis di sana.

Ditambah lagi Jisoo memang belum bercerita sedikitpun bahwa seluruh anggota Rock Beat telah mengetahui identitas aslinya. Melihat Jisoo tanpa properti Joshua, Chan semakin panik.

Melihat keberadaan Chan di sana, tanpa pikir panjang Jisoo langsung menghampiri. Ia menangis sepuasnya dalam pelukan Chan. Tangisan Jisoo begitu nyaring, hingga menarik perhatian siapa saja yang kebetulan lewat dan melihat.

Jisoo tak peduli menjadi pusat perhatian. Ia sungguh tidak tahan lagi, hendak mengeluarkan seluruh perasaan sakitnya detik itu juga. Sedih dan kecewa bercambur aduk. Bukan lagi seperti nasi uduk. Ini sudah seperti buah durian dicampur perasa kuat lainnya. Aneh.

Tidak lama setelah bertemu dengan Chan, Jun turut menghampiri gadis Hong itu. Namun, ia hanya berani diam. Berdiri sedikit memberi jarak. Tak mengeluarkan sepatah katapun. Ia tahu Jisoo butuh waktu untuk meluapkan semuanya.

Tidak hanya Jun, Seokmin pun ikut menghampiri di mana Jisoo tengah berdiri sambil terus menyembunyikan wajah cantiknya di dada Chan. Menangis, menarik kemeja yang tengah laki-laki Lee itu kenakan. Bahkan kemeja kuliah Chan jadi basah, karena air mata Jisoo.

Mengingat bahwa ia adalah satu-satunya pria di kelompok, Chan jadi merasa bahwa ia memiliki tanggung jawab lebih. Menjaga ketiga sahabat perempuannya adalah sebuah keharusan.

Chan mengerti. Pasti telah terjadi hal buruk pada si cantik yang satu ini. Tanpa harus mempertanyakannya pada Jisoo, Chan mengerti persis. Pasti seluruh anggota Rock Beat telah mengetahui identatitas asli Jisoo. Membalas pelukan Jisoo, Chan mengusap punggung gadis itu. Berusaha menenangkan.

"Tidak apa," ujar Chan, pelan. "Kau sudah berusaha keras, Soo. Kau sudah berhasil meraih cita-citamu. Semua yang kau lakukan kuacungi jempol."

Bukannya tenang, Jisoo malah semakin menyaringkan suara tangisannya. "Aku sudah menghancurkan semuanya. Aku bodoh! Hong Jisoo bodoh!"

"Ya! Hentikan, Hong Jisoo!" Chan mulai marah dengan sikap Jisoo. Terusik dengan keberadaan mahasiswa lainnya yang menonton kejadian ini, Chan segera melepaskan pelukan Jisoo secara paksa. Tak peduli dengan tingkah Jisoo yang terus berusaha menyembunyikan wajahnya yang sudah tak karuan. Wajah cantiknya memerah dan basah, akibat menangis terlalu lama. Menjongkokkan badannya tepat di hadapan Jisoo, Chan menawarkan punggung kokohnya untuk dijadikan tumpangan. "Cepat naik, aku antar kau pulang."

Tentu saja Jisoo menurut. Selain ia memang hendak segera pergi dari Fakultas itu, tentu karena ia merasa sudah tak sanggup lagi berjalan meski beberapa meter jaraknya. Kaki Jisoo rasanya sangat lemah untuk sekarang.

Melihat Seokmin yang hendak mencegah sebelum Jisoo berhasil naik ke punggung Chan, Jun menahan. "Biarkan saja," ujar Jun. "Biarkan Jisoo tenang dulu, baru kau ajak bicara. Jangan gegabah, atau semuanya akan mempersulit posisimu."

Seokmin rasa ucapan Jun ada benarnya. Akan percuma jika Seokmin mengajak Jisoo bicara untuk sekarang. Emosi Jisoo tengah berada di puncak. Emosi Seokmin pun malah jauh berada di atasnya. Jika mereka membicarakan ini sekarang, pasti tidak akan bisa menemukan titik terang. Laki-laki bermarga Lee itu terdiam, memperhatikan langkah Chan yang nampak lamban sambil terus membujuk Jisoo agar berhenti menangis.

"Bagaimana bisa mereka sedekat itu? Mereka sungguh tidak memiliki hubungan apa-apa, kan?" Tanya Seokmin.

Kening Jun mengerut tak mengerti. "Dengan Chan pun, kau cemburu?"

2nd Hong (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang