13

79 10 3
                                    

Sepanjang perjalanan, Alby dan Kania tidak terdengar suaranya, tidak seperti di kursi belakang yang ramai dengan tawa canda, bernyanyi bersama. Nevan yang melihat hal itu sangat greget.

"By... Ajak ngobrol kek yang disamping lo itu."

Kania yang sedang bermain game di ponselnya melihat ke arah Alby. Tapi Alby pura-pura tak mendengar ucapan teman-temannya. Seketika Kania batuk. Alby melihatnya kasihan lalu memberikannya minum.

"Ambil ini."

"Makasih, gue bawa sendiri ko." Ucap Kania sambil membuka tasnya.

"Repot kalau buka tas dulu, minum yang ada aja."

"Asikkk!! Akhirnya ga diem-dieman kaya patung." Sahut Hendar.

"Ambil aja, Kan." Aldi ikut tertawa.

Mereka semua tertawa melihat tingkah laku Alby si super cuek. Sofi pun ikut-ikutan batuk, tapi Hendar tidak peka terhadap dirinya.

"Hendar... Aku batuk tahu!"

"Ya terus aku harus apa, sayang?"

"Kasih minum dong kaya Alby!" Wajah Sofi mulai cemberut.

"Ternyata Sofi cemburu juga ya liat Kania sama Alby. Hendar, perhatiin tuh pacarnya!" Nevan menggelengkan kepalanya.

"Kamu kan punya tangan, masa minta tolong sama aku?"

"Ih kamu ga peka banget sih!"

"Mampus woi Henn... Sofi marah..." Aldi tertawa melihatnya.

"Iya iya ini aku kasih... Nih minum."

"Ga perlu, batuk aku udah ilang!"

"Jadi cowok serba salah gini ya..."

"Lo yang ga peka, Hen!"

"Kalian bisa ga sih jangan berisik?"

"Ga kuat gue lihat gaya pacaran lo sama Hendar."

Hampir dua jam dalam perjalanan akhirnya sampai tempat tujuan. Tapi mobil tidak bisa masuk ke desa tersebut karena tempatnya masih sekitar gunung dan jalannya licin. Alby menitipkan mobilnya pada salah satu rumah warga yang biasa menjadi tempat penitipan mobil para pengunjung. Mereka mulai membawa barangnya masing-masing dan melangkahkan kakinya ke tempat desa itu.

***

Kania yang kelelahan, duduk sebentar di dekat pohon yang sejuk. Teman-temannya terus berjalan. Alby menyadari kalau Kania tidak ada bersama mereka. Ia melihat ke belakang, Kania sedang duduk manis sambil mengelap keringat yang ada di tubuhnya.

"Pake ini." Alby memberikan saputangan padanya.

"Jangan di lihatin terus, udah ini pake."

"Ga biasanya kaya gini."

"Orangtua lo udah titip pesan ke gue suruh jagain lo."

Kania mengambil saputangannya, tak lama ia pun berjalan kembali menyusul Alby dan lainnya yang sudah berjalan di depan dirinya. Ia tak akan salah pemahaman dengan sikap lembutnya Alby, karena memang yang dikatakan olehnya benar, orangtuanya telah menitipkan pesan untuk menjaganya.

Sofi dan Hendar yang santai-santai saja jalan berdua, sungguh mereka menikmati perjalannya. Hendar yang terkadang membuat dirinya kesal, tapi selalu bisa membuat hatinya berbunga-bunga. Selalu ada ide untuk membuat Sofi bahagia jika berada disampingnya.

"Woi pacaran mulu!" Teriak Aldi di telinga Hendar.

"Apa sih lo? Iri aja yang ga ada pasangan."

"Jangan pacaran, nanti di tinggalin pas lagi sayang-sayangnya bikin sakit hati."

"Gue pernah ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya banget."

"Sama siapa, Dar?"

"Sama Sofi!"

"Eh serius dia pernah tinggalin lo?" Mata Nevan terus menatap Sofi.

"Iya, tapi akhirnya gagal moveon. Soksoan putusin gue sih."

"Bahas itu yang penting-penting aja." Sahut Sofi sambil terus berjalan.

"Ini penting, demi masa depan hubungan kita." Hendar mengacak-acak rambutnya.

Akhirnya mereka sampai juga di desa. Alby, Nevan, Aldi, dan Hendar meminta izin pada warga setempat untuk menginap satu malam supaya melakukan penelitiannya lebih baik. Pak RT memperbolehkannya, dan menyiapkan satu rumah milik pak RT yang akan mereka tempati.

Penelitian rasa hiking. Ini cukup melelahkan bagi mereka yang harus terus berjalan dalam jalan keadaan menanjak dan menurun. Terlebih lagi untuk perempuan, mereka lebih banyak duduknya dan air minum pun tinggal sedikit. Berbeda dengan laki-laki yang tenaganya lebih banyak dari pada seorang perempuan.

17.00 WIB
Sofi, Rani, dan Kania merebahkan tubuhnya diatas karpet merah. Sementara yang laki-laki diajak ke rumah pak RT bermain catur bersama para warga.

Disana tidak ada yang memiliki televisi, dan hanya memiliki ponsel jaman dulu, tidak seperti ponsel canggih sekarang ini yang tersambung ke internet. Tapi warga desa tetap bahagia karena keakraban masyarakat masih tetap terjaga.



Don't forget
Vote and comment

Thinking About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang