6

115 20 8
                                    

Bintang-bintang di langit yang sangat indah. Malam itu Arvin duduk di teras belakang rumahnya sambil membawa gitar kesayangannya yang tidak bisa di tinggalkan. Ia termasuk orang yang malas dalam hal membaca buku, terutama buku pelajaran. Kalau membaca buku pelajaran, pasti bawaannya ngantuk. Tapi Arvin mempunyai satu kelebihan yaitu suara emasnya dan jago bermain gitar.

Ia menatap layar ponselnya mencoba mengirim pesan kepada Kania. Tetapi disisi lain, Kania sedang menunggu balasan pesan dari Alby. Semenjak dirinya memiliki nomor ponsel Alby dan mengirimkan pesan padanya, sama sekali belum ada yang dibalas olehnya.

Alby menghampiri Arvin yang sedang duduk seorang diri di teras belakang rumahnya.
"Kak, kenapa sih? Kayanya galau banget?"

"Gue lagi ngejar cewek."

"Dari dulu yaaa ga pernah berubah, yang dikejar cewek terus." Alby tertawa.

"Kan ini gue lagi cari yang serius. Sana lo cari pasangan."

"Pacaran setelah sukses."

"Prinsip lo juga ga pernah berubah ya?"

"Pacaran buat apa sih? Biar ada yang perhatian?"

"Jangan ceramah, Alby."

Arvin memainkan gitarnya. Mulai menyanyikan lagu Virgoun-Surat Cinta Untuk Starla. Alby mendengarkan lirik tiap lirik yang di nyanyikan oleh kakanya. Sebelumnya, Alby belum pernah melihat kakanya galau seperti ini.

Kutuliskan kenangan tentang
Caraku menemukan dirimu
Tentang apa yang membuatku mudah
Berikan hatiku padamu

Takkan habis sejuta lagu
Untuk menceritakan cantikmu
Kan teramat panjang puisi
Tuk menyuratkan cinta ini

Sesekali Arvin memegang ponselnya, melihat pesan dari kontak Kania. Masih tetap sama, belum ada balasan apapun darinya. Lebih dari 10 pesan yang ia kirimkan pada Kania. Sebenarnya, Kania sedang online whatsapp tapi pesan dari Arvin tidak dibaca.

Alby yang masuk ke kamar, mulai membuka lembaran-lembaran buku tugasnya. Meletakkan ponselnya di kasur. Selama dirinya sedang belajar, ada panggilan masuk dari nomor yang tak ia kenal.

"Ini nomor siapa sih? Dari kemarin kirim pesan terus, sekarang telpon segala!"

Alby menekan tanda telpon berwarna merah.

***

Kania juga berada didalam kamarnya, mengerjakan tugas sekolah. Tapi tangannya selalu memegang ponsel, menunggu balasan dari Alby. Ia coba telpon, tapi tidak diangkat.

Pintu kamarnya terketuk. Terdengar suara bunda di luar sana.
"Kania, buka pintunya sayang."

"Masuk aja bunda, ga dikunci."

"Di ruang bawah ada Sofi sama Rani."

"Kenapa ga sekalian aja sama bunda ikut kesini?"

"Kan bunda memastikan dulu, kamu udah tidur atau belum. Ya udah Bunda panggil mereka dulu ya."

Sofi dan Rani adalah teman sekelas Kania. Kemana-mana mereka selalu berdua, seperti anak kembar. Semenjak Kania masuk ke sekolah barunya, ia lebih dekat dengan Sofi dan Rani.

"Hei!!!" Sapa Kania histeris.

"Lebay amat lo, kaya ga pernah ketemu kita berdua." Sofi dan Rani tertawa.

"Tujuan kita kedini itu, mau belajar bareng. Maaf ya gue ga kontek lo dulu."

"Santai aja, Ran. Ya udah sini naik ke kasur. Belajar diatas kasur aja, biar ga terlalu dingin."

Pikiran Kania kacau. Ia selalu memikirkan masalah hatinya pada Alby. Yang hanya dipikirannya bagaimana caranya bisa mendapatkan hati Alby?

"Apa yang mengganggu pikiran lo, Kan?" Tanya Rani.

"Tentang Alby?" Celetuk Sofi.

Kania hanya mengangguk. Ia terus memegang ponselnya melihat kontak Alby pada whatsappnya. Bagi Kania, hal ini sungguh membuat hatinya sakit sekali.

"Memperjuangkan seseorang yang sikapnya dingin itu perlu kesabaran yang ekstra ya."

"Gue bingung, kenapa lo ada rasa sama dia? Padahal kan lo baru masuk sekolah itu."

"Entah hal apa yang tiba-tiba buat hati gue ada rasa ke dia. Tapi sikap dinginnya menarik."

"Kalau udah urusan hati, ga akan bisa diubah-ubah lagi."

"Masalahnya ya, disekolah kita itu yang naksir Alby bukan satu atau dua orang doang, tapi ya lumayan banyak lah. Alby disekolah itu kan idola bagi cewek-cewek. Ganteng, manis, tinggi, Mana ada yang ga naksir." Jelas Rani.

"Gue ga kuat kalau liat jambul rambut dia. Duh!"

"Inget Sof, Lo udah milik Hendar."

"Khilap, duh!"

"Sofi - Hendar itu pasangan ga jelas. Ada yang cantik, ada yang ganteng dikit aja pasti matanya genit."

"Eh enak aja, Hendar yang suka kaya gitu. Gue ga."

"Kan, lo coba aja kejar Alby terus. Nanti liat dia ada perubahan ga sama lo. Berjuang sendirian itu memang sakit, tapi ya semoga aja perjuangan lo ini ga sia-sia."

"Kalau lo bisa taklukan hati Alby, gue tepuk tangan banget!"

"Kenapa harus tepuk tangan?" Kania mengerutkan alisnya.

"Karena selama ini yang naksir sama dia, belum ada yang berhasil membuat hatinya luluh. Maka dari itu, kalau lo berhasil, gue sama Rani bakal tepuk tanganin lo dengan meriah!" Sahut Sofi.

Tak terasa waktu semakin malam. Kania, Sofi dan Rani selesai mengerjakan tugasnya. Mereka berdua berpamitan pada kedua orangtua Kania untuk segera kembali kerumah masing-masing. Setelah mereka pulang, Kania kembali ke aktifitas awal, menunggu balasan dari Alby.

Don't forget
Vote and Comment

Thinking About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang