14

75 8 5
                                    

20.00 WIB
Arya, Fathan, dan Rio mengikuti mobil Alby sejak awal pergi hingga saat ini mereka pun sedang beristirahat di dekat rumah pak RT. Informasi ini ia tahu dari Fathan yang mendengarkan diskusi  mereka saat pulang sekolah kemarin. Ia tak ingin Kania dekat-dekat dengan Alby, jadi memutuskan untuk mengikuti mereka.

"Gila ini perjalanan... Naik turun terus. Capek gue." Ucap Fathan.

"Mau apa sih mereka pergi ke tempat ini?" Sahut Rio.

"Mana gue tahu mereka kesini mau apa."

"Kita bertiga dateng kesini kan karena info dari lo, Than!"

"Lo pada bisa diem ga sih? Jangan saling menyalahkan!"

Mereka mencari warung nasi disekitar desa itu, tapi hanya ketemu dengan warteg. Saat sedang berjalan menuju warteg, Aldi dan Nevan melihatnya lalu menghampiri.

"Lah ko disini?" Aldi mengerutkan alisnya.

"Kita disini... Penelitian... Ya ya penelitian." Ucap Rio.

"Penelitian? Lo pada kan jurusan ipa, penelitian anak ipa itu setahu gue... Di lab terus, bukan ke alam kaya gini."

"Maksud dia, kerumah saudaranya, Al."

Fathan menginjak kaki Rio. Ia memang benar-benar tak bisa diajak kompromi. Sudah pasti mereka akan ketahuan kalau mengikuti rombongan Alby.

Aldi dan Nevan tak memperdulikan mereka, ia langsung pergi ke warteg untuk memesan makanan. Setelah selesai, mereka kembali menemui teman-temannya dan bercerita bahwa Arya cs mengikuti mereka. Alby yang tidak peduli dengan pembicaraan mereka, ia lebih memilih bermain dengan laptop kesayangannya. Kania menghampiri Alby yang sedari tadi belum beranjak dari tempat duduknya.

"By, lo makan dulu."

Alby tetap tidak mendengarkan ucapan Kania, ia makan kalau ingat. Dirinya termasuk orang yang malas makan, tidak teratur jadwal makannya.

"Alby... Makan dulu, nanti lo sakit gimana?"

"Duluan."

"Gue juga belum makan, kita makan barengan aja."

"Ga."

"Ayo by... Makan dulu."

Kania kembali ke teman-temannya untuk makan. Percuma saja ia membujuk Alby, tidak akan direspon dengan baik, justru akan mendapatkan sakit hati karena sikap dinginnya.

"Alby mana?" Tanya Hendar pada Kania.

"Masih ngadepin laptopnya."

"Apa respon dia pas lo suruh itu anak makan?" Sahut Rani.

"Cuma jawab ga."

"Gue heran, kenapa lo bisa ada rasa sama orang super cuek, jutek, dingin kaya dia sih, Kan?"

"Harus ya gue jawab pertanyaan dari lo, Al?"

"Pengen tahu aja sih... Ya kan emang disekolah kita yang ngejar-ngejar Alby dari kelas 11 atau 10 aja nyerah karena itu sikapnya terlalu dingin."

"Jadi lo harus siap hati, extra sabar kalau masih mau perjuangin dia." Ucap Nevan.

Maksud dari teman-temannya ini bukan untuk membuat hati Kania menjadi lemah, tapi mengingatkan saja pada dirinya. Tekad Kania besar, ia yakin suatu saat nanti dirinya bisa menjadi bagian yang terpenting didalam hidupnya.

***


Semua telah bersiap-siap dengan kelompoknya masing-masing. Ditangan mereka ada yang memegang kamera, tripod, alat tulis, dan lembar kertas pertanyaan. Alby yang tidak akan menghampiri Kania lebih dulu, jadi ia yang menghampirinya. Dirinya sedang sibuk mengatur kamera supaya hasilnya tidak mengecewakan.

"By..."

Alby menoleh padanya, mengangkat satu alisnya tanda ada apa dirinya memanggil namanya. Kania mendadak kaku bingung harus bagaimana. Sementara Alby tak peduli ada Kania disampingnya.

"Ayo kita mulai penelitian!" Ucap Aldi.

"By, kelompok lo udah siap belum?" Tanya Hendar.

"Ko kalian masing-masing aja sih? Ini kan kerjasama tim." Mata Hendar tertuju pada Kania dan Alby.

"Jangan terlalu lama, nanti siang sekitar jam dua kita akan pulang kerumah. Besok kan sekolah." Sahut Rani.

Mereka mulai berjalan ke rumah-rumah warga, menanyakan sesuatu, dan memohon untuk bersedia mengisi lembar pertanyaan yang sudah dibuat sebagai tanda bukti. Alby yang sedang memvideokan Kania yang sedang mendekati warga. Sesekali ia mengambil foto pada Kania saat dirinya tersenyum.

Sementara Arya dan yang lainnya memperhatikan Alby dan Kania. Arya panas melihatnya. Sebenarnya Kania belum mengetahui siapa itu Arya, karena dirinya masih termasuk anak baru disekolah tersebut. Dirinya pun tak sengaja mengambil foto Kania secara diam-diam dari jarak yang lumayan jauh.

"Alby sama Kania ko keliatannya cocok ya?" Ucap Rio tanpa sadar.

Lagi-lagi Fathan menginjak kaki Rio. Ucapan darinya mampu membuat hati Arya semakin kesal dibuatnya. Ia mencari cara supaya bisa lebih dekat dengan Kania.

"Lo bilang apa tadi? Mereka berdua cocok?" Arya menunjuk pada Kania dan Alby.

"Bilang apa? Ga bilang apa-apa gue."

Rio yang memang orangnya asal mengucapkan sesuatu, lalu ia lupa dengan apa yang diucapkannya. Sulit untuk diajak berkerja sama seperti sekarang ini yang sedang memperhatikan Alby dan teman-temannya.

14.00 WIB

Mereka semua mengemas barang-barang dan mengingatkan kembali satu sama lain supaya tidak ada barang yang tertinggal satupun. Alby dan yang lain mulai berpamitan pada warga desa dan mengucapkan terimakasih atas kerjasamanya dalam membantu tugas mereka. Arya, Fathan, dan Rio ikut mengemasi barang-barangnya. Mereka berpamitan untuk segera kembali kerumah.

Alby mulai melajukan mobilnya, yang lain melambaikan tangannya pada semua orang. Keheningan terjadi kembali pada kursi depan, Alby dan Kania. Terlebih lagi tubuh Kania terasa begitu lelah ingin segera istirahat, menemui kasur kesayangannya.

"Hening... Seperti dikuburan..." Hendar memecahkan keheningan.

"Yang depan lebih hening, dar." Sahut Nevan.

"Lah yang depan jangan ditanya. Itu kan emang gitu." Ucap Aldi.

Dua jam perjalanan, mereka tertidur pulas menunggu tiba hingga rumah. Alby yang melihat Kania tidak tidur seperti lainnya, melainkan melihat ke arah jalan.

"Kenapa ga tidur?"

"Kalau gue tidur, yang bantu lihatin jalan siapa? Kata ayah sih... Yang duduk disamping pengendara itu kalau bisa jangan tidur, supaya membantu melihat jalan."

"Oh."

"Gue ngomong panjang lebar, dijawab oh doang." Batin Kania.

Tak terasa sebentar lagi akan sampai rumah. Alby mengantar semua teman-temannya kerumah masing-masing. Dan yang terakhir ia mengantar Kania pulang.

"Terimakasih." Kania tersenyum padanya.

"Iya."

Lalu Alby menuju kerumahnya, segera beristirahat. Ia belum tidur sama sekali, tidak seperti temannya yang sudah beristirahat walaupun sebentar. Akhirnya penelitian ini selesai juga.


Don't forget
Vote and comment

Thinking About YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang