liii| fifty-third

992 207 8
                                    

➻ Awan kelabu yang bergulung-gulung untungnya menutupi seluruh kota, menghalau sinar matahari yang terlalu terik di hari Rabu yang suram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Awan kelabu yang bergulung-gulung untungnya menutupi seluruh kota, menghalau sinar matahari yang terlalu terik di hari Rabu yang suram. Bagi Kim Namjoon, tentu saja, setelah pesan-pesan yang dikirim untuk si senior sepucat gula diabaikan sepenuhnya. Mungkin ia sibuk, atau tidak memiliki jaringan yang bagus untuk membalas, Namjoon mencoba berpikir positif.

Tapi pikirannya mulai kalut ketika Min Yoongi terang-terangan mengabaikannya pada jam makan siang. Bahkan menoleh sedikit pun tidak. Semua ini terasa sangat lucu baginya karena Yoongi--tepat dua hari yang lalu--jelas menemukan kenyamanan dengan menyandarkan kepala pada bahunya, melintasi kota ke jalur pedesaan dengan perasaan sumringah.

Apa Namjoon melakukan sesuatu yang salah? Apa mungkin, sifat ceroboh dan penghancur andalannya itu, menyakiti Yoongi dalam hal-hal yang luput dari perhatiannya?

Langit sama gelapnya saat ia sampai di kafe, menghilang di balik konter untuk mengganti seragam dan memakai celemek. Namjoon membersihkan meja demi meja, menyapu dari sudut ke sudut, hanya untuk mencari pekerjaan untuk memuaskan mental dan batin. Untungnya, ini hari Rabu. Dan setiap hari Rabu, kafe tempatnya bekerja selalu ramai akibat menu makan siang spesial setengah harga dan klub puisi mingguan yang memenuhi pojok ruangan. Namjoon, Jun, dan Yongsun selalu begitu sibuk mengurusi pesanan atau hal remeh temeh seperti mengepel kopi yang tumpah atau mencatat pesanan tambahan.

"Meja 6, Caramel Chocolate Praline Frappuccino, Lychee Smothies dan Wedges With Smoke Beef. Tolong hati-hati." Yongsung menyerahkan nampan ke tangan Namjoon yang terbuka, mengibaskan tangan untuk bergegas. Meja 6 berada di dekat jendela, jadi Namjoon mencengkram nampannya kuat-kuat lalu meliuk untuk segera sampai ke sana.

"Silakan pesanannya. Jika ada yang kurang, Anda bisa langsung memanggil saya." Untung saja sifat cerobohnya tidak berlaku hari ini. Terakhir kali ia berinteraksi dengan pelanggan, jus yang dipesan mendarat di pangkuan dan bukannya meja.

Jendelanya mulai berembun, mungkin efek lembab udara dan dingin air di luar sana. Namjoon berencana akan mengelap jendelanya sebelum ia menangkap sosok yang familiar melintas di depan kafe. Dua, sebenarnya.

Lucu melihat Yoongi yang berdampingan dengan Seokjin, karena puncak kepala si kapten basket hanya mencapai telinga ketua OSIS. Mereka sedang memperdebatkan sesuatu--berjalan dengan langkah panjang yang gesit sehingga Namjoon berpikir mereka memakai sepatu roda dibanding melangkah.

Mereka bersitatap. Yoongi dan Namjoon, hanya dipisahkan oleh jendela kafe yang rasanya seperti dinding beton alih-alih kaca. Anehnya, Yoongi sang senior yang selalu membuat Namjoon bersemangat tak ubahnya orang tak dikenal yang ia temui di jalan. Begitu jauh, begitu dingin, hanya orang asing.

Apa hal seperti ini bisa dicapai hanya dengan dua hari? Dua hari setelah mereka begitu dekat. Dua hari setelah menghabiskan waktu bersama, menulis lirik-lirik lagu setelah pulang sekolah. Dua hari setelah berbagi cerita, setelah melakukan perjalanan hanya berdua melintasi kota di waktu senja?

Namjoon masih bertanya-tanya ketika Yoongi dan Seokjin menghilang di sudut jalan, masuk ke dalam mobil mewah berwarna hitam.[]

⏤ heartbeat // namgi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang