xxxiv| thirty-fourth

1.1K 261 55
                                    

➻ "Mana proposal dari rekomendasimu, Seokjin? Waktunya kurang dari dua bulan lagi, sadar tidak?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mana proposal dari rekomendasimu, Seokjin? Waktunya kurang dari dua bulan lagi, sadar tidak?"

Seharusnya Seokjin tidur di ruangannya sekarang. Berleha-leha setelah selesai mengurus bakti sosial  panti jompo di kota mereka. Bukannya malah dimarah-marahi oleh kepala sekolah begini. 

"Kamu tahu kalau kau tidak mengajukan rekomendasi untuk ketua osis, maka akan kupilih sendiri kan? Tidak masalah bagiku sih. Hanya saja reputasimu nanti akan anjlok karena cuma kamu yang gagal di tugas terakhir ini semenjak sekolah berdiri. Tahu itu, kan?"

"Ya, Seijin ssaem," decih Seokjin. Berusaha menjaga citra dengan senyuman terpaksa. "Rekomendasiku... Agak... Yah, dia anak sedikit keras kepala."

"Kalau begitu paksa dia. Kau selalu bisa membuat cewek-cewek itu bertekuk lutut. Apa susahnya membujuk satu orang saja?"

Ya, dan Namjoon adalah cowok. Apa Seokjin harus strip-tease di depannya, begitu?!

"Pokoknya, dalam waktu empat minggu aku mau proposal, data, lampiran program dan anaknya sendiri untuk ada di hadapanku. Kalau tidak--" Seijin membuat gerakan melintang dua jari di depan leher. Menatap Seokjin kejam.

"Paham, kau?"

"Y-ya. Aku permisi."

Masalahnya begini. Namjoon adalah orang yang memiliki prinsip untuk bekerja di belakang layar dan menolak untuk menjadi pusat perhatian. Makanan, uang, kontak cewek-cewek manis--semua sudah diumpan tepat di depan hidungnya. Hanya saja Si Namjoon terlalu pintar berkelit sehingga umpan termakan dan tetap bisa berenang bebas sesuka hatinya. 

Seokjin kaya, memang. Tapi bukan berarti dia bisa seenaknya saja diperas untuk traktiran dan makanan mewah, tolong. 

"Oh, Jin-ah!"

Seokjin menoleh. Yoongi menyapanya dengan headset melekat di telinga.

"Apa aku melihat kamu baru keluar dari ruang kepala sekolah?"

"Yeah, si titan itu. Dasar." geram yang tertua. "Selalu saja memberiku pekerjaan yang berat. Kenapa dia tidak mau turun tangan sendiri, hah?"

Yoongi melepas satu earplug, mengangkat bahu. "Kau kan      bawahannya. Kalau kau tidak mau repot, suruh saja bawahanmu untuk membantu."

Seokjin menatap Yoongi dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Maniknya meneliti helai hitamnya sampai ke sneakers kumal.

"Yoongi."

"Hm?"

"Kau masih anggota OSIS."

"Ya. Memang. Kenapa?"

"Kenapa bukan kau saja yang membujuk Namjoon. Dia toh menyayangimu."

Seokjin selalu menyukai ekspresi Yoongi yang terkejut itu. Terlihat seperti kucing yang digencet ekornya.

"Aku menolak, bangsat! Kau mau aku berlutut memohon-mohon di kakinya, begitu? Maaf ya Kim Seokjin, ini masalahmu dan aku menolak ikut campur!"

"--d-dan berhenti menunjukkan wajah konyol begitu, sialan. Dia... Dia tidak menyayangiku, oke?"

Ah, dan rona merah di wajahnya itu. Lucu sekali. Kenapa Yoongi bisa semanis ini? 

"Kau tidak perlu sampai memohon. Singgung saja di percakapan kalian. Kalau memungkinkan, hasut dia."

"Bajingan--"

"Aku tidak pernah meminta apapun darimu."

"Tidak mau!"

"Aku ketuamu, Yoongi."

Ini akhirnya. Saat Seokjin menggunakan nada tajam pada kalimatnya, Yoongi yang sebuas singa akan menjadi kucing imut penuh luka. Sudah sejak lama Seokjin tidak menggunakan nada mengancam seperti ini. Setelah dipikir-pikir, mungkin ia harus memakainya lebih sering.[]

⏤ heartbeat // namgi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang