"Alena, keluar sayang. Ada yang nyariin kamu tuh." Teriak bunda dari luar kamar.
Segera saja aku buru-buru bangun dan keluar kamar. Ku lihat bunda memandangku dengan wajah yang sumringah. Perasaanku jadi gak enak.
"Sayang, kemaren kamu bilang dia lagi ada acara keluarga. Sudah selesai ya acaranya, makanya akhirnya bisa kesini? Kok kamu gak bilang-bilang sih sama bunda. Kalau tau calonmu bakal datang hari ini kan, bunda bisa masakin makanan yang spesial. Ayo ayo kamu cepet turun. Kamu udah mandi kan? Itu kenapa rambut masih berantakan kayak gitu sih. Cepet dirapiin dong." Bunda sudah bicara panjang lebar tanpa menunggu penjelasanku.
Dengan malas, kusisir rambutku dengan jari. Lalu segera berlari turun sebelum bunda bisa protes lagi.
"Gion, nyampe juga kamu kesini. Kesasar gak tadi?" Tanyaku sambil berjalan mendekatinya lalu duduk di sebelahnya. Baru saja aku hendak duduk, ternyata Adrian sudah berjalan di belakangku. Ku usahakan diriku untuk tidak meliriknya.
"Rumahmu lumayan susah ditemukan, sayang. Aku sampai kesasar ke desa sebelah. Untung saja aku selalu menyimpan fotomu di hp ku. Jadi ku tunjukkan saja fotomu pada orang-orang dan mereka menunjukkan rumahmu." Jelas Gion sambil tersenyum lebar. "Ternyata kamu terkenal ya. Dengan fotomu saja, aku sudah bisa sampai sini." Lanjutnya sambil tertawa.
"Kenapa tidak telepon saja tadi?"
"Aku kan tidak mau mengganggumu, darling."
Aku hanya memutar mataku, yang semakin menjadi kebiasaanku akhir-akhir ini, dan Gion hanya tertawa.
"Jadi, siapa ini?" Adrian masih berdiri di sebelahku. "Kenapa tidak dikenalkan padaku, Nana?"
"Nana?" Tanya Gion.
"Panggilan sayang untuk Alena." Katanya datar.
"Kau tak pernah cerita panggilan sayangmu Nana, darling." Gion lalu mengulurkan tangannya pada Adrian. "Halo, kenalkan saya Gion Bagaskoro. Maaf atas kedatangan yang mendadak. Hanya saja rindu yang memuncak pada Lena sudah tidak dapat dibendung lagi." Cengir Gion sambil mengedipkan mata padaku.
"Adrian Danisyahputra, kakak Lena. Anggap saja rumah sendiri."
"Terima kasih." Senyum Gion. Lalu Adrian beranjak pergi meninggalkan kami. "Kau tidak pernah cerita bahwa punya kakak, darling."
"Stop Gion. Jangan suka panggil aku darling disini. Nanti kau tak akan bisa bebas dari bunda ku." Jawabku dingin. "Dan dia bukan kakakku. Dia sahabat kakakku. Aku punya satu kakak laki-laki, kak Doni. Tapi sekarang dia sedang ada di rumah mertuanya."
"Alena sayang, kok tamunya tidak ditawari apapun sih." Suara cempreng bunda sudah mendekat ke arah kami.
"Oh iya bunda, kenalkan. Ini Gion, atasan Alena di kantor." Kataku menegaskan kata atasan agar bunda tidak salah paham. Tapi sepertinya bunda tetap salah paham, jika melihat dari reaksinya yang langsung tersenyum lebar.
"Halo tante, maaf atas kedatangan saya yang mendadak. Kebetulan saya butuh bantuan Lena untuk urusan kantor yang sangat penting."
"Tidak apa-apa. Tante malah senang kok, Alena akhirnya bawa laki-laki ke rumah ini, apalagi atasannya di kantor. Paling tidak itu menunjukkan kalau Alena punya atasan yang baik, yang mau berkunjung ke rumah bawahannya." Kata bunda sambil tersenyum. "Bentar ya, tante ambilkan minum dan camilan."
"Terima kasih tante."
"Jadi, berkas mana yang sangat penting itu?" Tanyaku begitu bunda sudah pergi ke belakang.
"Ini sayang. Aku tidak terlalu paham kontrak yang disini. Bagaimana bisa muncul angka sekian jika di awal perjanjian sudah ada kesepakatan pembagian hasil ini." Lalu kami mulai sibuk dengan pembicaraan mengenai urusan berkas itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby
ChickLitNamaku Alena, umurku hampir 30 tahun. Kadang ketika melihat sepupu-sepupu ku yang sudah memiliki suami dan menggendong anak, aku sungguh iri. Dengan umur yang hampir mendekati kepala tiga, makin hari keinginan untuk memilik bayi sendiri begitu kuat...