3

8.1K 411 0
                                    

Aku sudah duduk di salah satu rumah makan dan memesan makanan. Kak Doni masih belum datang, katanya terjebak macet. Aku menenangkan diri agar tidak terlalu gugup dan salah kata saat menyampaikan keinginanku nanti ke kak Doni.

Ketika makananku sudah datang, kak Doni baru muncul. Dia langsung memesan makanan. Kami sepakat untuk makan dulu baru memulai pembicaraan. Untunglah, karena bisa jadi aku berubah tak nafsu makan setelah obrolan kami nanti selesai.

"Jadi, apa yang mau kau bicarakan dek?" Tanya kak Doni memulai pembicaraan setelah melihat piringku yang sudah kosong.

"Hmmm, begini kak.. ," kataku pelan dan agak ragu-ragu, "Ng, aku mau minta tolong kakak akan sesuatu."

"Apa yang bisa kakak bantu? Bilang aja tidak usah sungkan, kayak sama orang lain aja."

"Nnggg... begini kak. Kakak kan pasti punya banyak teman. Diantara mereka, ada gak yang bisa dikenalkan ke Alena? Laki-laki baik yang.. yahhh, siapa tau cocok sama Alena."

Kulihat kak Doni memicingkan mata menatapku. "Ada apa dek?" Aku mendengar nada cemas di suara kak Doni.

"Kenapa memangnya kak?"

"Aneh aja. Kamu ngajak kakak ketemuan, lalu ternyata minta dikenalin ke teman kakak. Are you fine?"

"I'm fine, kak." Aku mencoba membalasnya dengan senyuman.

"Kamu tidak sedang ada masalah kan? Sesuatu di kantor atau di rumah mungkin? Atau bunda maksa lagi untuk kamu segera nikah?"

"Tidak ada apa-apa kak. Aku hanya merasa mulai tertarik untuk menjalin hubungan. Apalagi mengingat umurku yang hampir 29 tahun. Melihat pekerjaanku yang makin baik, rasanya aku harus mulai mengalihkan pikiranku dari karir dan mulai memikirkan kehidupan pribadiku sendiri. Dan kak Doni, aku yakin akan mengenalkanku dengan laki-laki yang baik. Jadi aku tidak perlu khawatir kan. Daripada aku ikut biro jodoh." Jawabku masih dengan senyum.

"Hmm, syukurlah kalau begitu. Kakak kira kau akan melajang selamanya." Lalu kami tertawa bersama.

"Jadi gimana kak? Ada teman kakak yang bisa dikenalkan padaku gak?" Desakku saat tawa kami sudan reda. Aku kan memang harus gerak cepat agar segera terwujud keinginanku.

"Kenapa tidak mulai mencoba dengan Adrian? Kalian sudah saling kenal dan memahami satu sama lain kan."

"Tidak." Jawabku cepat.

"Tapi..."

"Aku menemui kakak dan membicarakan soal ini bukan untuk disuruh dengan dia." Aku memotong pembicaraan kak Doni.

Kak Doni menatapku sebentar, lalu menghembuskan nafas. "Baiklah, nanti coba kakak seleksi dulu siapa kira-kira teman kakak yang pantas buat adekku yang cantik ini." Katanya sambil tersenyum. Aku membalas dengan tersenyum dan menganggukkan kepala.

Setelahnya kami membicarakan soal pekerjaan dan keluarga kak Doni. Dia selalu antusias jika diminta menceritakan soal tingkah Derby dan Debby, anaknya. Kami kemudian berpisah ketika jam sudah menunjukkan pukul satu kurang seperempat.

***

Aku sedang menikmati makan malamku sambil menonton tv di apartemenku. Bermalas-malasan dan menikmati malam sabtuku. Malam yang sangat menyenangkan bagiku karena besok adalah hari libur. Biasanya aku akan begadang semalaman, entah dengan menonton ulang serial komedi sampai tamat atau membaca beberapa novel sekaligus.

Aku baru saja beranjak ingin meletakkan piring makanku ketika bunyi telepon membuatku menunda berjalan menuju dapur.

"Assalamu'alaikum. Halo."

"Wa'alaikumsalam. Dek, ini kak Doni. Kamu sedang apa?"

"Lagi nonton tv aja kak. Ada apa kak Doni?"

My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang