14

6.5K 315 0
                                    

Malam berikutnya aku dan Adrian tidak melakukannya lagi. Aku yang masih malu-malu dan takut kalau sakit lagi, hanya diam ketika melihat Adrian langsung berbaring tidur di sampingku.

Hari ini seharian, kami menikmati waktu hanya dengan berpelukan sambil menonton televisi. Rasanya sudah sangat lama aku tidak bermalas-malasan. Ketika lapar, Adrian langsung menelepon pihak penginapan untuk memesan makanan. Setelah makan, kami hanya duduk-duduk di balkon sambil melihat danau. Tapi walaupun tidak melakukan apapun, rasanya sangat menentramkan.

Tak berapa lama, kudengar suara nafas Adrian yang sudah teratur. Sepertinya dia sudah tertidur dengan nyenyaknya. Aku tersenyum memandangi wajahnya yang terlihat polos, membuatnya jadi semakin tampan di mataku.

Aku hendak beranjak pelan-pelan agar tidak membangunkannya karena ingin ke kamar mandi. Tapi begitu sudah turun dari ranjang, ku lihat handphone Adrian menyala menunjukkan ada panggilan atau notifikasi sesuatu.

Bukan bermaksud mengintip handphonenya, tapi karena dia meletakkannya di meja samping ranjang dimana aku sedang berada sekarang, otomatis saja notif di handphone nya terbaca olehku.

Sebuah panggilan dari seseorang yang bernama Viona. Ku lihat sekilas dari foto yang ditampilkan oleh panggilan itu adalah perempuan berwajah Indonesia asli.

Hatiku langsung mencelos. Selama ini aku berharap Viona yang selalu Adrian panggil Na dengan penuh cinta adalah bisa jadi adiknya satu ayah yang tinggal di Sydney. Seperti yang aku tau kemaren ketika kami berkumpul di keluarga besarnya. Ibu Adrian mengatakan bahwa Adrian punya adik satu ayah di Sydney.

Tapi dengan wajah Indonesia seperti itu, bagaimana mungkin itu adiknya. Jika ayahnya saja adalah bule. Tentu adiknya akan bule atau setengah Indo seperti Adrian jika istri keduanya orang Indonesia kan. Lagipula aku jg tidak tahu apakah adik Adrian laki-laki atau perempuan.

Hanya saja harapan bahwa yang selalu dia sebut Na dengan penuh cinta adalah adiknya makin besar, ketika ibunya menceritakan soal adik seayahnya itu.

Tak kuasa menahan perasaanku, ku biarkan saja panggilan itu dan segera beranjak ke kamar mandi.

Begitu urusanku di kamar mandi sudah selesai, aku keluar dan sedikit kaget ketika Adrian sudah bangun dan berdiri di samping lemari. Dia seolah-olah menatapku dengan pandangan bersalah. Entah aku saja yang berpikiran seperti itu atau memang dia benar-benar terlihat seperti merasa bersalah.

Aku mendekat ke ranjang dengan masih menatapnya.

"Ada apa?"

"Aku minta maaf, Sayang. Tapi sepertinya bulan madu kita tidak bisa lebih lama lagi." Adrian berjalan pelan ke arahku.

"Kenapa? Bukannya kemaren sepertinya kau yang sangat bersemangat dengan bulan madu ini?"

Adrian sedikit menghembuskan nafas pelan, hampir tidak kentara. "Ada sedikit masalah di Sydey. Aku harus segera ke sana untuk membereskannya."

Aku langsung memalingkan tatapanku dari Adrian, tidak ingin dia membaca perasaan sakit hatiku saat ini. Sudah pasti tadi dia menerima panggilan si Na tersayangnya itu.

"Aku benar-benar minta maaf, sayang. Aku akan menggantinya lain kali. Dan aku janji tidak akan ada gangguan lain kali."

"Tidak perlu." Kataku dengan nada yang ku usahakan datar. "Kau tidak perlu berjanji apapun padaku."

Aku kembali terdiam setelah mengatakannya. Dari awal aku memang tidak boleh mengharapkan apapun dari Adrian. Bukankah dari awal aku memang hanya ingin anak. Jadi akan ku pastikan aku mendapatkan anakku sendiri, terserah Adrian jika dia mau melakukan apapun di belakangku.

My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang