Adrian pergi malam itu juga. Dia tidak pamit lagi padaku. Aku cuma mendengar suara pintu kamar sebelah ditutup perlahan menjelang subuh.
Paginya ketika aku akan berangkat ke kantor dan mencari kunci mobilku, tak ku dapatkan dimanapun.
Sepertinya karena hampir 4 bulan ini aku selalu diantar jemput Adrian, aku jadi lupa meletakkan kunci mobilku.
Karena lelah mencari di kamar, hampir sepuluh menit sudah, aku akhirnya keluar kamar dan akan mencoba mencarinya di ruang tv. Saat berjalan ke sana, ku lihat secarik kertas diletakkan di meja ruang tv, dengan sedikit ditindih vas bunga mungil.
Penasaran, aku mengambil kertas itu, yang ternyata dari Adrian.
Sayang, aku serius ketika mengatakan agar kau menjaga dirimu.
Jangan lagi ke kantor sendirian.
Aku sudah meminta Pak Hendi, supir lama mama untuk mengantar jemput dirimu. Kau bisa menghubunginya di 08xxxxxxxxxx. Dia sudah standy di bawah pagi ini.
Jangan lupa makan dan minum susu mu. Jangan terlalu capek, dan jangan suka lembur.
Akan ku usahakan masalah di Sydney segera selesai. Jadi kita bisa segera bersama lagi.
Satu lagi. Jangan lupa rindukan aku.Suamimu,
Yang akan sangat merindukanmu.Aku hanya tersenyum sekilas membaca suratnya. Perhatiannya yang seperri inilah yang membuatku tidak bisa move on dan terus berharap. Namun seperti halnya harapan yang tidak bisa ku tepis, sekejap pula aku akan dilemparkan pada kenyataan.
Tak ingin membuang waktu makin banyak, aku segera menghubungi pak Hensi agar bersiap di lobi apartemen untuk mengantarkanku ke kantor.
Gion memyambutku dengan suka cita berlebihan seperti biasa. Sejak mendengar aku hamil, dia makin protektif seperti Adrian. Pekerjaan yang menurutnya berat akan dia handel sendiri. Bahkan pekerjaan yang berhubungan dengan Herman, akhirnya dia handel sendiri.
Aku yang jadinya makin tidak nyaman karena gosip miring lagi-lagi menyebar tentang hubunganku dan Gion.
Aku sudah mencoba menjelaskannya apda Gion, tapi dia dengan santai menjawab bahwa perlakuannya yang seolah mengistimewakanku bukan untukku, tapi untuk calon keponakannya. Dan seperti biasa aku hanya bisa memutar mata ku, bosan dengan candaannya.
Yah, terserahlah. Toh dia bosnya. Aku kerja dikit justru lebih baik dan tidak membuat capek.
Seperti hari ini, aku hanya duduk santai mengecek email dan berkas-berkas yang sudah selesai dari kemaren. Aku sudah bertanya pada Gion, apakah ada pekerjaan lain tapi sejak tadi pagi selalu dia jawab tidak. Akhirnya aku hanya buka tutup email sampai jam kerja selesai.
Bagiku yang sudah terbiasa mengurus banyak hal, jadi terasa sangat membosankan.
***
Aku sedang bersenandung sambil merajut kaos kaki mungil berwarna hijau. Akhirnya hobiku ketika SMA, yang diajari oleh nenek, berguna juga. Mengingat akhir-akhir ini, pekerjaan kantor ku sungguh sangat santai.
Sedangkan di apartemen, entah sejak kapan Adrian sudah mempekerjakan seseorang untuk bersih-bersih. Jadi ketika pulang, aku tinggal langsung makan dan istirahat.
Kembali dengan hobi lamaku yang terasa baru ini. Kenapa aku merajut kaos kaki dengan warna hijau?
Karena aku belum tau jenis kelamin bayiku. Merah muda terlalu identik dengan bayi perempuan, sedangkan biru biasanya untuk bayi laki-laki. Jadi aku putuskan untuk memilih hijau, selain karena itu memang warna kesukaanku.
Oh ya, berbeda dengan kepergian Adrian sebelumnya dimana dia jarang menghubungiku. Kali ini hampir minimal tiga kali dalam sehari dia rutin menghubungi. Isinya lebih pada cerewet mengingatkanku agar tidak terlalu lelah, soal makan dan minum susu ibu hamil. Dia bahkan bersikeras aku tidak boleh USG untuk melihat jenis kelamin bayiku sampai dia kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby
ChickLitNamaku Alena, umurku hampir 30 tahun. Kadang ketika melihat sepupu-sepupu ku yang sudah memiliki suami dan menggendong anak, aku sungguh iri. Dengan umur yang hampir mendekati kepala tiga, makin hari keinginan untuk memilik bayi sendiri begitu kuat...