21

8.3K 407 1
                                    

"Aku ingin kita cerai."

Suaraku terdengar bergetar, bahkan di telingaku sendiri. Tak ku dengar suara apapun dari Adrian, namun aku juga tidak berani melihatnya, melirik sedikitpun tidak.

"Aku ingin kita cerai secepatnya." Ku ulangi lagi kalimatku, takut dia tiak mendengarkan, mengingat dia tidak memperlihatkan reaksi apapun.

Ku dengar suara kursi bergeser, dan kulirik sedikit tampak Adrian berjalan ke arah pintu. Aku agak bingung dengan itu, apakah dia bermaksud langsung pergi setelah aku mengatakan cerai.

Tapi ternyata perkiraanku salah.

Begitu dekat pintu, Adrian langsung menarik pintu dan menutupnya dengan keras. Kemudian dengan cepat dia berjalan ke arahku.

"Katakan apa maksudmu?!" suaranya terdengar marah.

"Aku bilang aku ingin kita cerai."

"Tatap mataku Alena!" teriaknya padaku yang menunduk. "Apa maksudmu?"

Aku menengadahkan wajahku perlahan dan mencoba memberanikan diri untuk menatap matanya. "Kataku, aku ingin kita cerai. Aku sudah mengatakannya berkali-kali." kataku lebih berani.

"Aku tahu kalimat sialan yang baru kau ucapkan itu!"

Aku langsung memeluk perutku, tak ingin kalimat umpatan Adrian didengar oleh bayiku.

Adrian menghela nafas panjang. Sepertinya dia menyesal telah mengumpat di depanku setelah melihat reaksiku. Mungkin baru sadar kalau sekarang aku sedang hamil.

"Sayang, kenapa kau lakukan ini padaku?" Tanyanya kemudian. Lirih.

Aku hanya menggeleng.

"Kau tak tahu bagaimana perasaanku ketika mendapati apartemen kosong? Semua orang yang aku hubungi tidak ada yang tahu pasti dimana dirimu? Bahkan bunda dan Doni tidak tahu kau ada dimana. Hanya bilang kau baik-baik saja dan ingin menenangkan diri."

Adrian mendesah dengan suara lirih. Terdengar seperti, entahlah, frustasi? Tapi aku tidak ingin bersimpati padanya. Terutama setelah apa yang dia lakukan padaku.

"Kenapa kita tidak pernah bisa membicarakan masalah kita baik-baik, Na?"

Aku mendengus keras mendengar panggilannya padaku.

Adrian menatapku bertanya?

"Kenapa sayang?" Ulangnya. "Kenapa kau langsung kabur begitu saja?"

"Karena memang tidak ada yang bisa kita bicarakan." Kataku akhirnya.

Dia masih menatapku dengan pandangan bertanya. Ku lirik tangannya yang ingin menggapai tanganku yang berada di atas meja. Langsung saja ku tarik tanganku dan kembali ku letakkan di atas perutku. Memeluk bayiku.

"Bukankah memang tak ada yang bisa kita bicarakan? Selama ini kau tak pernah menceritakan apapun padaku. Kau pergi berhari-hari tanpa kabar, aku diam saja. Kau pergi lagi tanpa penjelasan yang rinci, aku juga masih membiarkan. Tak ingin mengusikmu lebih jauh." Aku menghela nafas panjang.

Melihat Adrian yang ingin mengucapkan sesuatu, aku langsung mengangkat tanganku, menandakan bahwa aku belum selesai bicara.

"Aku lelah, Yan. Dan aku tidak ingin lelahku ini mempengaruhi bayiku. Jika memang kau sudah menemukan kebahagiaanmu di sana. Aku tidak masalah. Aku akan melepaskanmu secepatnya. Toh apa yang aku inginkan dari pernikahan ini sudah aku dapatkan."

Selesai mengucapkannya, aku mengalihkan wajahku ke jendela di sampingku. Tak ingin air mata yang sepertinya akan segera keluar ini, terlihat oleh Adrian.

My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang