Adrian pov
Hari ini lagi-lagi Doni menyuruhku mengantar adiknya pulang. Sahabatku itu memang sedang kasmaran sehingga dia lebih memilih pacarnya daripada adiknya sendiri. Akhirnya akulah yang jadi korban harus antar jemput adiknya ke sekolah dan ke rumah. Bukan hal yang ku benci sih karena aku suka memperhatikan Alena, adik sahabatku itu, yang bersemu merah di pipi dari spion motor ku.
Seperti kali ini ketika aku memperhatikannya yang sedang membaca buku di depan gerbang sekolahku, menunggu kakaknya seperti biasa. Aku terus melihatnya tanpa dia sadari, ikut tersenyum ketika melihat Alena tersenyum atau tertawa ketika membaca buku itu. Rasanya aku ingin jadi buku itu, entah buku konyol apapun itu yang telah berhasil membuatnya seperti itu.
Iya, aku menyukai Alena. Bahkan mungkin aku jatuh cinta padanya. Adik sahabatku yang polos dan lugu itu. Dan aku tau kalau dia juga menyukaiku. Terlihat jelas ketika dia melihatku sembunyi-sembunyi ketika kami sedang mengobrol atau aku main ke rumahnya.
Ku rasa Doni juga tau perasaanku, makanya dia selalu menyuruhku mengantar adiknya itu. Tapi aku sebis amungkin selalu membantahnya. Mungkin karena ego yang tinggi ditambah ejekan teman-teman kami yang lain, yang membuatku tidak pernah mau mengakui perasaan ini. Terutama di depan Alena.
Akhirnya aku menyalakan motorku dan pergi ke arahnya yang saat ini masih asyik membaca, tidak sadar kalau aku sudah memperhatikannya dari tadi. Dia sadar ketika akhirnya kau memanggil namanya ketika sudah dekat dengan tempatnya menunggu.
"Doni akan pulang bareng pacarnya, jadi kau disuruh pulang bersamaku." Kataku Sambil tersenyum,
Dia tersenyum malu, membuat rona merah di pipinya cantik. Sungguh, andai dia bukan adik sahabatku, mungkin sudah dari pertama aku melihatnya ku katakan perasaanku.
Pertemuan pertama kami adalah ketika aku melihatnya menunggu kakaknya di depan gerbang sekolah seperti hari ini di hari pertama aku pindah ke sekolah ini. Aku langsung memperhatikan gadis berseragam putih biru itu, hingga aku melihat Doni menghampirinya dan mereka pulang bersama. Saat itu aku mengira mereka pacaran, dan dengan konyolnya aku yang waktu itu sekelas dengan Doni, langsung memasang wajah bermusuhan dengannya keesokan harinya. Konyol memang. Walaupun pada akhirnya kami jadi sahabat.
Sampai akhirnya aku tau kalau Alena adalah adiknya, dan aku mulai sering main ke rumah Doni. Sampai sekarang aku tidak pernah menceritakan kejadian ini pada siapapun.
"Kak Adrian tidak punya pacar?" suaranya membuyarkan lamunanku. "Kak Doni sepertinya sudah punya pacar sejak beberapa bulan lalu. Tapi kak Adrian sepertinya masih jomblo saja."
Aku tersenyum mendengarnya. Ingin rasanya aku langsung menembaknya untuk jadi pacarku, tapi tidak mungkin. Aku tidak boleh melakukan itu. "Kalau aku punya pacar, nanti tidak ada lagi yang akan mengantarmu pulang kan." Kataku masih sambil tersenyum.
"Aku senang kak Adrian tidak punya pacar." Kalimatnya barusan membuatku kaget dan otomatis mengerem motorku. Aku menoleh ke belakang dan melihat dia sedang tersenyum malu-malu.
Tidak Adrian, kataku dalam hati. Aku tidak boleh lepas kendali dan makin jatuh cinta padanya. Alena adalah adik sahabatku, berbeda dengan Alena yang ku lihat pertama kali. Kini dia jauh lebih penting dari apapun. Aku tidak mau mengubah perasaan ini makin dalam dan akhirnya melukai kami berdua. Aku tidak ingin melukai dia.
"Tentu saja kau senang. Walaupun Doni punya pacar dan mulai mengabaikanmu, paling tidak kau masih punya satu kakak lagi yang mengantarmu pulang." Kataku akhirnya.
Aku menunggu Doni pulang di kamarnya. Aku harus membicarakan ini pada Doni. Aku tidak bisa makin dekat dengan Alena. Aku memiliki ketakutanku sendiri. Aku melihat bagaimana cinta yang dalam dapat menghancurkan sesorang. Aku tidak mau itu terjadi padaku atau Alena. Apapun akan ku lakukan untuk membuat Alena menjauh dari hal itu, bahkan jika harus berbohong seumur hidupku. Bahkan jika harus membohongi diriku sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby
ChickLitNamaku Alena, umurku hampir 30 tahun. Kadang ketika melihat sepupu-sepupu ku yang sudah memiliki suami dan menggendong anak, aku sungguh iri. Dengan umur yang hampir mendekati kepala tiga, makin hari keinginan untuk memilik bayi sendiri begitu kuat...