Aku baru keluar dari lift dan berjalan ke pintu apartemenku ketika ku lihat kak Doni sudah berdiri di sana. Ada sedikit rasa takut ketika melihat wajah kak Doni yang tidak tersenyum padaku seperti biasanya.
Langsung saja aku menyalahkan Adrian di dalam hati. Pasti dia sudah mengatakan sesuatu pada kak Doni.
"Hai kak, kok tidak bilang kalau mau datang?" Kataku dengan suara senormal mungkin sambil tersenyum.
"Tadi siang kakak mau ke kantormu, tapi rasanya apa yang ingin kakak bicarakan, lebih baik dibicarakan di tempatmu saja." Kak Doni mengatakannya masih tanpa senyum.
Aku langsung membuka pintu dan mempersilahkan kak Doni untuk masuk.
"Tadi pagi Adrian datang ke rumah. Tepat sebelum kakak berangkat kerja."
Mendengar itu, aku semakin sebal pada Adrian. Tuh orang dari pagi sudah sibuk banget nyebar berita sih. Gak ke Gion, gak ke kak Doni. Jangan-jangan dia sekarang keluar kota untuk ketemu ayah dan bunda.
"Kakak kaget mendengar yang dia katakan. Lebih kaget lagi karena kakak tahu semuanya dari dia, bukan dari dirimu."
"Maafkan Alena, kak." Kataku pelan sambil menundukkan kepala.
"Kakak merasa tak berguna. Kau selalu bilang semuanya baik-baik saja. Bahkan ketika Eva bercerita soal pertemuan kalian di mall dengan Candra, kau masih bilang semua baik-baik saja. Dan tiba-tiba sekarang...," kak Doni menghela nafas panjang sebelum meneruskan. "Kakak bingung harus bagaimana dek."
Kami berdua kemudian hanya terdiam beberapa saat.
"Kau tak mau mengatakan apapun pada kakakmu ini?"
Tak terasa aku sudah menitikkan air mata yang sejak tadi ku tahan. Inilah yang ku takutkan. Aku paling tidak suka membuat kak Doni ataupun orang yang ku sayangi bersedih. Makanya aku selalu menyimpan sendiri masalahku.
Kak Doni mendekat padaku dan memelukku. "Kau selalu menyimpan masalah yang kau hadapi sendirian, dek. Apakah kakakmu ini tak cukup baik untuk bisa kau andalkan?"
"Maafkan Alena, kak." Kataku mengulang kata-kata yang sama. Hanya itu yang saat ini mampu ku katakan.
Kak Doni melepas pelukannya dan menatapku. "Sekarang kau mau menceritakan semuanya ke kakak?"
Aku mengangguk pasrah, dan mulai menceritakan yang terjadi. Mulai dari pertemuanku dan mba Eva dengan Candra dan Dewi. Lalu kejadian di cafe dan sehari kemudian di apartemenku. Tentu saja aku tidak menceritakan soal Adrian yang menginap di sini. Tidak juga tentang rencana pernikahan ku yang berganti mempelai pria dengan Adrian. Aku masih belum berani mengatakannya. Lagipula aku juga belum tau Adrian mengatakan apa saja kepada kak Doni.
"Jadi si brengsek itu langsung menendangmu ketika mantannya kembali?!" Kata kak Doni dengan suara tinggi. Aku hanya bisa mengangguk. "Kurang ajar! Akan ku hajar si brengsek itu."
"Jangan kak. Kak Doni gak perlu mengotori tangan kakak untuk menghajarnya. Lagipula sepertinya Adrian sudah mengahajar Candra sampai babak belur kok." Kataku langsung berusaha menenangkan kak Doni.
Tapi kak Doni masih saja mengeluarkan sumpah serapah dan penghuni kebun binatang untuk menyebut Candra. Membuatku meringis mendengar semuanya.
"Sudahlah kak." Kataku yang tak terbiasa mendengar kata-kata makian di telinga. "Alena sudah gak apa-apa kok. Lagipula Alena juga tidak mencintainya."
Kak Doni langsung diam mendengar perkataanku tadi. Dahinya berkerut dengan wajah keheranan.
"Kalau kau tidak mencintainya, kenapa kau bersikukuh untuk segera menikah dengannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby
ChickLitNamaku Alena, umurku hampir 30 tahun. Kadang ketika melihat sepupu-sepupu ku yang sudah memiliki suami dan menggendong anak, aku sungguh iri. Dengan umur yang hampir mendekati kepala tiga, makin hari keinginan untuk memilik bayi sendiri begitu kuat...