22

13K 436 14
                                    

"Aku mencintai Alena, aku tidak akan kehilangan dia. Aku tidak peduli dia tidak mencintaiku atau bahkan membenciku sekalipun. Kali ini aku tidak akan melepaskannya."

Aku masih diam membatu mencoba mencerna kalimat yang baru saja ku dengar, masih dengan menatap Adrian dari jendela. Dia tiba-tiba berbalik dan tatapan mata kami langsung bertemu. Aku dengan tatapan kebingungan, dan Adrian dengan tatapan kagetnya yang kemudian berubah lembut. Belum sempat aku berkedip, Adrian sudah berjalan menuju pintu masuk dan berderap mendekatiku.

Adrian melangkah cepat ke arahku, membuatku tanpa sadar mundur beberapa langkah ke depan.

"Sayang, kau sudah bangun?"

Otakku masih penuh dengan kalimat yang sempat dia katakan pada seseorang di seberang teleponnya tadi. Aku menggelengkan kepalaku untuk menjernihkan pikiran, namun karena terlalu cepat, aku justru membuat kepalaku pusing. Sungguh bodohnya diriku ini.

"Ada apa?" suara Adrian terdengar cemas di telingaku.

Aku menatap matanya, "Kau bohong kan?"

Adrian menatapku bertanya, mungkin bingung dengan pertanyaanku.

"Apa yang kau katakan tadi," tambahku, "kau bohong kan mengatakan itu."

"Mengatakan apa?"

"Bahwa kau mencintaiku." Aku mendesah panjang. "Kau tak pernah mencintaiku. Kau bohong mengatakan itu entah kepada siapapun orang yang kau ajak bicara di telepon mu itu."

Kini wajah kaget Adrian tidak lagi bisa ditutupi. Dia bahkan terlihat frustasi dan mengusap wajahnya cepat. Kemudian menghembuskan nafas panjang.

Kembali menatapku, dia mendekat selangkah hingga benar-benar tepat berdiri di depanku. Diraihlah tanganku dan ditariknya ke dalam pelukannya.

"Aku selalu takut untu mengatakannya, tapi yang kau dengar benar sayang. Aku mencintaimu, sungguh-sungguh mencintaimu." Katanya lembut.

Aku tak bisa menatap wajahnya karena tangan Adrian menekan tubuhku padanya, dan tangan satunya menekan tengkukku tetap berada di dadanya.

Aku berdehem oelan, mencoba menghilangkan rasa tercekat di tenggorokan. Rasanya seperti mimpi yang jadi kenyataan.

Tapi tetap saja ada ketakutan di hati ku. Terlebih lagi jika mengingat alasan kenapa kami bisa berada di sini.

Adrian masih belum menjelaskan apapun padaku.

"Sayang, kau dengar kan?" Suara Adrian menyadarkanku.

"Hm." Sahutku pendek. Aku belum tau bagaimana harus bereaksi. Mungkin karena terlalu banyak pertanyaan di otakku, sehingga justru yang bisa keluar dari mulutku cuma seperti itu.

"Kau tidak ingin mengatakan yang lain sayang?"

Akhirnya Adrian melepaskan tangannya di tengkukku. Aku mendongak menatal wajahnya yang saat ini tersenyum menatapku. Tapi entah kenapa, aku melihat sesuatu yang lain di matanya. Sesuatu yang sulit ku gambarkan. Seperti ada ketakutan atau sesuatu yang lain.

Aku berdehem sebentar sebelum mengatakan apa yang aku pikirkan. Berharap suaraku terdengar biasa.

"Aku masih belum mempercayai kalimatmu itu." Ternyata suaraku masih terdengar bergetar. Dia pikir, dengan perkataan yang seperti tadi akan selesai begitu saja? Bagaimana dengan air mataku selama ini? Sakit hatiku? Walaupun jika mau jujur, aku sudah senang mendengarnya mengatakan cinta padaku, tetap saja ada hal-hal lain yang masih mengganggu pikiranku.

Adrian menarikku dan mendudukkan ku di kursi. Dia berjongkok di depanku, masih menggenggam tanganku.

"Apa yang membuatmu tidak percaya sayang?"

My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang