[3] PAYUNG TERBANG

3.4K 286 159
                                    

Dulu kita pernah berduaan,

Berteduh di pinggir jalan,

Menunggu hujan sudahan,

Sepeda motor terparkir manis,

Deras perlahan menjelma gerimis,

Dalam hati berharap hujan tak habis.

-Ingatan silam

****

Pagi ini hujan turun lebat mengguyur bumi. Rintik hujan mulai bergenangan di sepanjang jalan berlubang. Air hujan mengalir di atas daun sampai akar. Gemuruh di langit saling bersautan. Langit di pagi hari juga menjadi gelap akibat hujan yang turun di cuaca yang tidak mendukung seperti ini.

Fizza baru saja turun dari mobil yang di tumpanginya, ia sengaja membawa payung karena memang Fizza tidak mau di antar sampai ke dalam sekolah. Hari ini David kekasihnya memang tidak sekolah, entah ada urusan apa lelaki itu tidak memberitahunya akhir-akhir ini.

Fizza berlarian kecil menelusuri deras nya hujan melewati lapangan basket di bawah payung yang di serang oleh ribuan rintik hujan. Tiba-tiba saja payung yang Fizza kenakan mulai oleng, sampai-sampai dirinya mencekal erat-erat payung tersebut agar tidak terbang.

Namun usaha Fizza menahan payung itu agar tetap tinggal itu nihil. Payung itu meleset dari genggamannya, dirinya saja sampai bengong melihat payung nya terbang dengan posisi terbalik. Fizza kesal di buatnya sekaligus malu dan mulai menghentakkan kaki di atas permukaan air yang becek.

Fizza meneruskan langkahnya yang tertunda dengan seragam yang mulai lepek terkena hujan, siswa-siswi yang berlalu-lalang di sekitarnya sempat menertawakannya karena payung miliknya terbang entah kemana. Fizza tidak peduli saking jengkelnya.

"Emang enak, payung nya terbang," cibir salah seorang lelaki yang tiba-tiba menutupi kepala Fizza dengan sweater miliknya.

Fizza terdiam karena ia merasa tak asing dengan suara lelaki tersebut, sampai akhirnya ia melirik ke arah lelaki yang lebih tinggi darinya itu.

"Kenapa? Kaget?" tanya Bintang lalu menaikkan satu alisnya.

"Udah, jangan lama-lama di sini. Nanti sakit," lanjut lelaki itu sambil menarik Fizza untuk di ajak lari bersamanya.

Sesampainya di koridor kelas 10 Bintang melepaskan sweater miliknya di kepala Fizza, lalu ia tersenyum menatap Fizza yang juga menatapnya.

"Kalo cari pacar itu yang bener, masa cewek nya hujan-hujanan di biarin aja. Bukan di lindungi," ucap Bintang lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Fizza.

"Pacar lo kemana?" tanya Bintang setelah nya.

"Gak sekolah," jawab Fizza, nada suaranya sedikit bergetar.

"Cupu ya pacar lo, hujan gak sekolah. Kemana dia?" tanya Bintang setelah meledek.

"Gak tahu," jawab Fizza, jujur.

"Pacar macam apa lo," cibir Bintang sambil menyeringai.

"Dia aja udah jarang ngabarin gue," lirih Fizza jujur lalu merunduk.

Bintang menatap ke arah Fizza, ia memperhatikan tubuh Fizza yang merunduk di hadapannya. Kemudian ia mengelus bahu Fizza, "Yaudah lo jangan nangis gitu dong,"

"Siapa yang nangis?" tanya Fizza, sedikit bingung.

"Halah, banyak alesan. Gue duluan ke kelas," jawab Bintang lalu membalikkan tubuhnya. "Sorry gak bisa nganterin lo sampai kelas. Nanti malah banyak gosip gak jelas," lanjutnya lalu melangkah pergi.

Sabintang AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang