[16] KENANGAN HUJAN

1.6K 98 95
                                    

Ini aku yang salah mengartikan, atau kamu yang tiba-tiba menghilang?

-Shanum Nafizza Grizella

****

Lantunan lagu dalam radio terdengar begitu saja pada indra telinga gadis yang kini tengah termenung di bangku penumpang sambil menatap ke arah jalanan yang berada di hadapannya. Namun percayalah bahwa pikiran gadis ini sedang bercabang kemana-mana.

"Kau yang singgah, tapi tak sungguh," nyanyian singkat dengan nada berat khas lelaki di samping Fizza, mampu membuat gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya dan tersadar dari lamunan.

Fizza melihat ke arah Galen yang ternyata sedang memperhatikan Fizza, gadis itu mengerutkan keningnya sebelum ia kembali menatap jalanan di hadapannya. Lelaki itu mampu membuat wajah Fizza merona seketika.

"Mau langsung pulang atau pergi kemana nona?" tanya Galen sambil mengangkat kedua alisnya.

Fizza kembali melihat Galen, masih dengan tatapan sayu seperti tadi. "Pulang,"

Galen menggelengkan kepalanya. "Tapi nona kelihatannya lagi sedih, jadi saya harus membuat nona senang dulu,"

Fizza terkekeh sekilas. "Pulang aja, gue ngantuk."

"Tapi saya tau kalo nona lagi sedih, bukan ngantuk,"

"Gue gak sedih, Gal,"

"Kamu cemberut mulu daritadi, biasanya kan mukanya sangar," ucap Galen lalu tertawa.

Fizza mengalihkan pandangannya dari Galen. "Terserah deh ya,"

Galen mendekatkan badannya sedikit pada Fizza. "Jadi nona yang manis ini mau di ajak bersenang-senang sama lelaki tampan?" tanya Galen sambil menaik-turunkan alisnya.

Fizza mendorong wajah Galen yang berjarak dua jengkal dari wajahnya. "Serah,"

"Tuan yang tampan ini tidak akan mengecewakan mu kok,"

****

Bintang memperhatikan sekelilingnya, di tempat ini terdapat sekumpulan tukang onar Bina Bangsa dan juga ketiga teman konyolnya. Di ralat, Farhan tidak konyol. Bahkan lelaki itu lebih banyak diamnya. Cuek dengan sekitar sampai temannya sendiri saja bingung apa yang sedang dirasakan dan terjadi pada lelaki itu.

Warbud merupakan warung yang kini tengah menjadi basecamp para biang onar tersebut. Letaknya yang berada di belakang sekolah membuat siapa pun mampu meluangkan waktu pada tempat ini. Memang kesannya biasa saja karena basecamp yang mereka lobi hanya sebuah warung sederhana yang seharinya menyediakan mie dan kopi. Namun siapa sangka rasa nyaman terhadap tempat tersebut datang begitu saja pada diri masing-masing, apalagi Bu Ida selaku pemilik warung tersebut sangat ramah pada biang onar itu.

Juliyo yang tadinya sedang menikmati petikan gitar yang ia mainkan tiba-tiba beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri Varo yang baru saja menyalakan motornya sambil meneriaki sekolah lain yang kebetulan lewat di depan warbud.

"WOI JANJIAN YUK! AYUK JANJIAN CEMEN AMAT LO BEGO!" teriak Varo sambil memperhatikan satu persatu wajah lelaki yang baru saja lewat di hadapannya.

"EH BEGO, CUPU BANGET LO. KOLAAN MANA SI," Varo terkekeh lalu melirik Juliyo yang kini berada di sampingnya.

Bintang memutar bola matanya malas saat kedua lelaki yang tengah ia perhatikan malah asik berbincang-bincang berdua. Lelaki itu beranjak dari duduknya dan meraih jaket levis abu-abu dan berjalan ke arah motornya.

"Woi Tang! Mau kemana lo?" seru Varo dari arah berlawanan.

"Ngejoki,"

"Hahaha, sini dulu cuk. Si juliyo mau ngomong," ucap Varo, membuat Bintang membalikkan badannya dan segera berjalan ke arah dua lelaki tersebut.

Sabintang AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang