[31] PESAN BINTANG

1.5K 71 32
                                    

Mengagumi-mu dari kejauhan membuat aku mengerti bahwa, tidak semua bunga dapat kau petik untuk dibawa pulang.

-Sabintang Alaska

****

"Buah manggis, buah kedondong, gue manis tapi bohong," pantun Althaf lalu tertawa sendiri.

Althaf serta teman-temannya sedang berkumpul di Warbud seperti biasanya, sementara Bintang sedang duduk menyendiri di bangku depan yang terdapat di luar warung.

Bintang mengepulkan asap rokok nya ke atas, sambil memikirkan musibah satu bulan yang lalu. Dimana ia tidak bisa melihat apapun, hal yang cukup berat dan membuat Bintang putus asa. Apalagi saat operasi nya gagal, namun kejutan yang tidak disangka-sangka telah diberikan Tuhan pada Bintang. Kini lelaki itu bisa melihat kembali. Seperti orang normal pada umumnya.

Ada setitik rindu yang tertanam dalam hatinya, pada gadis yang telah lama ia harapkan. Rindu melihat senyumannya, mengusap puncak kepalanya, bahkan merasakan harum parfum yang gadis itu pakai. Namun rasanya, kini, perlahan rasa itu tengah digerogoti oleh waktu.

Bintang tidak mau merebut sesuatu yang bukan haknya.

Mungkin bagi Bintang saat ini, gadis itu adalah kesalah pahaman yang selalu ia dambakan.

Ia jadi mengingat waktu dimana Fizza masih menjalin kasih dengan Davin, sungguh ironis, coba saja Bintang tidak datang dan jatuh cinta pada gadis itu. Pasti sekarang—ia tak menganggap ini karma.

"Woi, Althaf, gaya lo udah kaya orang lagi makan di warteg aja dah," seru Varo yang baru saja menghabiskan semangkuk mie.

Bisa dilihat oleh teman-temannya, keringat menetes dari leher hingga ke kerah kemeja Althaf, membuat Althaf mengangkat satu kaki—memperlihatkan sepatu Vans Slip On Checkerboard-nya.

"Gaya-gaya gue ini, kenapa lo yang sewot dah?" tanya Althaf yang memang sedang kesal dengan Varo karena tadi pagi saat olahraga di mulai, Varo menarik celana olahraga nya ke bawah hingga celana Althaf merosot. Kebetulan di sana banyak siswi yang langsung memberi umpatan kasar kepadanya.

Digo melirik Varo dan Althaf sambil menyeruput secangkir kopi yang diberikan Bu Ida, "Mikirin amat lo, Ro," ucap Digo.

Lelaki yang sudah lulus dan tengah menempuh kuliah semester 1 nya itu memang selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dengan teman-temannya sebelum pergi ke tempat kuliah, karena Digo selalu mendapat kelas siang.

"Daripada kesel terus, mending lo urusin Najoy tuh, dia kebluk banget daritadi. Bukannya belajar buat ikut simulasi," ucap Digo lagi.

Althaf menatap Juliyo dan menghampiri lelaki itu seperti yang diperintahkan Digo barusan.

"Heh, kalo mau tidur di masjid biar berkah." seru Althaf sambil menggoyang-goyangkan tubuh Juliyo hingga lelaki itu jatuh dari kursi panjang.

"Bangke, maksud lo apaan? Sakit nih pinggang gue, bloon," Juliyo melempar sepatu yang ia kenakan pada Althaf.

"Gue kasihan aja sama lo, setiap hari kerjaannya cuma banyakin dosa bukan pahala. Solat di tunda-tunda, nanti mati nya juga lo di tunda-tunda biar sampe kesumbet dah enggak ada nanti malaikat yang mau nolongin lo,"

"Songong banget lo sama yang lebih tua, sumpah dah lo gue jejelin ke koya nih lama-lama," Juliyo kesal.

"Kalo abang tua, abang cepet mati dong hahaha," Althaf tertawa sambil menunjuk-nunjuk wajah Juliyo.

Bintang yang sedari tadi asik menyendiri dan   menghabisi sebungkus rokok itu beranjak dari tempatnya karena merasa telah jenuh.

"Ke sekolah dulu. Gue lupa belom sholat." Bintang berucap. Lebih tepatnya baru membuka suara.

Sabintang AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang