[11] KEJUTAN STATIS

1.9K 128 97
                                    

Kini bagian ku lah untuk menjagamu agar tak jatuh lagi.

-Sabintang Alaska

****

Semilir angin malam membelai wajah Fizza yang kini tengah berada di atas motor Bintang. Rambutnya sengaja di ikat agar tidak terbang ke sana kemari yang membuat rambutnya akan kusut nantinya.

Malam ini Bintang sengaja membawa dua helm dengan maksud agar Fizza tetap aman dalam keadaan apapun. Tadinya Bintang menawarkan Fizza untuk pergi mengenakan mobilnya, namun Fizza menolak. Gadis itu lebih suka naik motor jika dengan Bintang.

Fizza tersenyum simpul karena sejak tadi manik matanya tak mau berpindah dari wajah Bintang yang berhasil memikatnya lewat kaca spion.

Kemudian motor itu terparkir di pinggir jalan, membuat Fizza segera turun dari atas motor Bintang dan membuka helm yang sejak tadi ia kenakan.

"Mau kerak telor?" tanya Bintang kepada Fizza.

Fizza melirik ke arah pedagang tua yang sedang menghitung lembaran uang. "Lo aja,"

"Kenapa? Enak loh," tanya Bintang lagi.

"Gue gak suka, soalnya bau amis." jawab Fizza. Membuat Bintang menganggukkan kepalanya.

"Ini enak loh, cobain ya. Di jamin beda," Bintang menarik tangan Fizza untuk mendekati pedagang kerak telor tersebut.

"Kek, kerak telornya dua ya. Tapi satu lagi di bungkus aja, takut gak abis." ucap Bintang kepada pedagang tersebut.

Kemudian Bintang mengajak Fizza untuk kembali menghampiri motornya.

"Lo duduk aja, biar gue yang berdiri," titah Bintang di ikuti anggukan oleh Fizza.

Fizza memperhatikan Bintang yang sedari tadi menatap jalanan di hadapannya. Canggung rasanya jika mereka terus saja diam.

"Mau ngomong apa?" tanya Bintang yang tiba-tiba melirik Fizza.

"Eh?" Fizza mengernyitkan keningnya, bingung.

"Ngomong aja kali," ucap Bintang lalu terkekeh.

Fizza diam sejenak. Ia memikirkan kalimat apa yang akan ia tanyakan kepada Bintang. Jika tak masuk akal, ia akan malu sendiri.

"Lo kenapa pindah sekolah?" tanya Fizza kepada Bintang yang sedari tadi masih menatapnya.

"Dulu gue tinggal di Bandung," jawab Bintang. "Misah dari orang tua gue."

Fizza menatap Bintang bingung. Namun beberapa menit kemudian, ia mengangguk mengerti. Fizza tidak mau jika ia bertanya lagi akan terjadi salah paham.

"Gue di Bandung ikut Tante gue, karena di sini gue merasa gak di anggap. Tapi sekarang, orang tua gue udah ngelirik gue." Bintang menundukkan kepalanya.

"Gue juga dulu di sekolah lama banyak kasus nya. Jadi daripada gue di keluarin, mending gue pindah sendiri aja."

Fizza menatap Bintang sedikit tidak percaya. "Memangnya kasus apa aja?"

"Dulu di sekolah lama, kebanyakan dari cowok yang seangkatan sama gue itu pada ngegabung sama gue. Mungkin gara-gara waktu MPLS gue dateng jam 10 jadinya gue di omelin abis-abisan sama seniornya. Tapi gue sendiri gamau dong kalo gue di anggap remeh sama tuh senior, yaudah deh tuh senior gue bentak balik sampe kicep,"

"Terus lo tau gak? Gue malah di tendang sama tuh senior. Padahal dia cuma gue bentak doang loh, yaudah gak butuh waktu lama dia gue hajar. Sampe semua peserta MPLS pada keluar saking penasarannya sama gue kali," Bintang terkekeh saat mengingat kembali pengalamannya saat pertama masuk masa putih abu dulu.

Sabintang AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang