Apakah ini waktunya untuk aku tiada?
Mati dengan cara dibunuh dengan menggunakan sebilah pisau?. Tapi aku belum siap? Aku tidak mau mati dengan cara seperti ini. Kalaupun aku harus mati aku ingin mati di dekat orang yang aku cintai, dan ingin mengucapkan setidaknya kata perpisahan pada mereka semua..
“mau kabut ke mana kau" aku semakin takut kala aku tahu tidak ada tempat di sini yang bisa aku gunakan untuk bisa menghindar dari orang bertopeng hitam tersebut
“tolong jangan sakit aku, aku sedang hamil. Tolong kasihan aku dan bayiku" aku mengiba padanya berharap dia akan sedikit berbaik hati melihat kondisiku ini
“kau kira aku akan tersentuh? Hah"
“asal kau tahu saja tujuanku itu memang ingin hanya membunuhmu saja, tapi aku tidak masalah jika harus membunuh bayimu juga" aku langsung memeluk perutku erat melindungi bayi yang ada di kandunganku ini dari niatan jahatnya. Yang tidak punya perasan itu
Aku mengambil langkah mundur dia mengambil langkah maju mendekat padaku dengan pisau yang berkilau menandakan betapa sangat tajam pisau itu. Semakin dia melangkah maju semakin pula aku melangkah mundur darinya...
Sampai dimana aku tidak bisa melangkah untuk mundur kembali saat tubuhku sudah membentur tembok, sedangkan orang bertopeng itu terus melangkah maju semakin dekat denganku...
Dekat dan semakin mendekat aku sekarang bahkan bukan hanya bisa mendengar derap langkah kakinya tapi juga saudara tajam dari pisau yang dibawanya
Saat dia semakin dekat aku hanya bisa menutup mata dan memeluk perutku seraya berdoa semoga ada yang bisa menyelamatkan aku sebelum semua terlambat.
“buka matamu jangan takut, atta“ Aku terkejut kala ada suara yang berbisik telingaku. Suara yang tidak asing bagiku, tapi aku tahu ini bukan suara mas Randy
Awalnya aku ragu untuk membuka mata, aku takut saat aku membuka mata aku sudah ada di ala. yang lain “buka matamu jangan takut....” Suara itu aku dengar lagi, dan itu membuat aku yakin kalau aku masih hidup dan tentu saja itu membuatku penasaran apa yang terjadi saat aku menutup mata tadi. Perlahan aku membuka mataku “kak.... Arya....” Aku terkejut dengan apa yang dia lakukan, dia yang tiba-tiba ada di depanku dengan wajah tersenyum.
“aku senang, aku dayang tepat waktu “ujarnya. Dan aku masih sedikit syok dengan kemunculannya membuat aku tidak sadar dengan darah yang keluar membasahi semua birunya
“kak.... kau...” aku terkejut saat dia mulai lemas dan jatuh menimpa tubuhku. Untung saja aku bersandar pada tembok jadi aku bisa menopang bobot tubuhnya. Dan aku terkejut kala melihat pisau yang tadi si bawa orang itu terjatuh di lantai dan darah keluar dari pundak kak Arya. Dan aku juga baru sadar jika orang bertopeng itu sudah tidak ada di tempat ini. Aku jadi berpikir setelah melihat pisau dan juga luka di pundak Kak Arya. ‘Apa mungkin dia menggunakan tubuhnya untuk melindungi aku’ hal itu yang terlintas di benakku saat melihat semua yang terjadi saat ini.
“kak....” Aku merebahkan tubuhnya di lantai dengan kepala dan tidak bertumpu pada kedua pahaku sambil memiringkan tubuhnya, agar darah yang keluar tidak semakin bayak. Bahkan sekarang aku tidak peduli kalau gamis yang aku kenakan penuh dengan noda darah kak Arya
“kak, jangan diam saja, jawab aku “ aku terus berusaha membuat dia sadar kembali dengan menepuk wajahnya
“jangan buat aku takut, kak “Aku menghapus air mataku dengan punggung tangan yang merah karena bekas darah dari kemeja Arya
“ bangun kak, pertolongan akan segera datang “tambahku yang masih mencoba membangunkan Arya. Memang benar aku sudah menghubungi ambulans. Setelah mengecek dimana posisi kita melalu GPS menggunakan ponsel Arya yang aku ambil dari saku celana.