Broke-10

1.8K 131 1
                                    

Suasana kantin pada jam istirahat kedua lumayan sepi, mungkin siswa lain hanya berdiam diri di kelasnya. Berbeda dengan Prilly, ia terus saja menatap ke depan, dengan tatapan kosong.

Gio di sampingnya berdecak, sampai kapan ia rela bolos jam pelajaran hanya demi Prilly?

"Ke kelas, ayo, ih," ajak Gio, ia terpaksa menyentil dahi Prilly agar tidak melamun lagi.

"Lo tau? Ini lagi istirahat, gak guna sumpah," balasnya, ia menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan.

Gio bersiul, kemudian menatap ke arah pintu, Ali datang. Ali, Isal, dan Reno datang. Gio bergeser, pura-pura sibuk dengan handphonenya.

"Prill," panggil Ali, Prilly masih saja tenggelam ditangannya.

"Ah elah Er, udah sono kalo mau ke kelas," tukas Prilly, tanpa melihat objek di depannya.

"Ehem, gue di sini btw," ucap Gio, Prilly mendongak, matanya berubah menjadi tatapan tajam kala melihat Ali dan teman-temannya.

"Apaan lagi? Mau jatohin gue lagi? Belum puas? Ha?" tudingnya, Prilly memutar bola matanya malas.

Ali menghembuskan nafasnya, duduk di bangku sebrang, "Harus berapa kali gue bilang ke elu, kalo itu bukan gue, Prill," ucap Ali sedikit lirihan kecil.

Prilly tertawa hambar, kemudian memutar kedua bola matanya malas. "Lo pikir gue bakal percaya?" ucapnya, kemudian bangkit perlahan, "Kalo emang niat lo dari awal cuma buat ngejatuhin gue, mending gak usah gini deh Li. Cara lo kampungan tau nggak? Heran gue, tujuan orang lain ngejatuhin gue tuh apa? Kalo emang buat seneng-seneng doang itu basi tau nggak!" lanjut Prilly kemudian berlalu, disusul Gio.

Ali menggebrak meja, menjambak rambutnya. Ia tidak tahu menahu tentang penyebaran berita tersebut, bahkan, ia sama sekali tidak ada maksud jahat di setiap kelakuannya.

Isal dan Reno tersenyum miring, kemudian menatap Ali. "Lo mending udahan aja sama dia, Li. Toh lo kayak seakan-akan di budakin dia. Dia enak sombong, dia pamer seolah dia mampu bikin ketua osis keren kayak lo bertekuk lutut cuma gara-gara tingkah sok nya," ucap Isal yang diangguki Reno.

Ali termenung, ada benarnya juga. Tapi ia sudah mulai menyukai Prilly.

Reno mendongak, "Siapa tau itu emang berita dia buat sendiri, buat nyuri perhatian lo doang sama siswa sini," timpalnya.

Ali menggeleng, "Maksud lo? Gak mungkin, karena kalau Prilly gitu, dia sama aja ngejatohin dirinya sendiri."

.....

Prilly melangkahkan kakinya pelan, menunduk, menatap sepatunya yang basah akibat terkena gemericik air hujan. Tidak tahu kenapa, ia ingin pulang berjalan kaki. Gerimis hujan membuat irama baru, dengan sedikit suara gemuruh petir yang membuat Prilly begitu tenang.

Payung merah setia menemani, trotoar jalan sepi, entah mengapa. Belakangan ini, Prilly lebih suka dengan kesendirian yang membuatnya tenang. Ia seakan merasa nyaman jika tidak ada yang mengusiknya.

Mungkin benar, kebahagiaan sesaat mampu membuat kita bangkit dari keterpurukan. Namun, itu semua hanya sesaat, bukan selamanya.

Jika sudah merasa bahagia, kembali merasa sepi di kemudian hari, kembali kelam, tidak ada yang menemani.

Seperti bahagianya Prilly kemarin, ia sangat bahagia bisa berhubungan dengan Ali. Namun, bahagianya hanya hadir tiga hari sebelum hari ini, yang mengharuskan Prilly untuk break.

Bukankah bahagia Prilly termasuk bahagia sesaat?

Harapan yang selalu setiap orang impikan adalah sebuah bahagia kekal, tanpa rasa sedih kembali. Apa pantas Prilly mendapatkan bahagia seperti itu?

BROKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang