Siang ini, di ruang osis ramai siswa-siswi yang berkunjung. Pasalnya, seorang ketua, Zerofano Alithatra, kembali menghidupkan organisasi tersebut. Banyak peserta yang menyalonkan diri untuk ikut menjadi anggota.
Ali tersenyum kecil kala Sonata bersikap ramah kepada teman lain. Dari segi sikap, memang Sonata pantas mendapatkan nilai plus. Ah, ia jadi rindu akan kebersamaan keduanya satu tahun silam.
"Eh, Li! Bantuin gua dong, lo malah ngelamun. Apaan banget," ucap Sonata membawa kardus yang berisi nama calon anggota.
Ali mengedipkan matanya berkali-kali, kemudian tersenyum, ikut membantu Sonata menyusun nama-nama tersebut.
"Nat, udahan ah, kantin dulu yuk," ajak Ali, mengipaskan kelima jarinya, menandakan bahwa dirinya kepanasan.
Sonata menggeleng, kemudian mengangkat bekal makanannya tinggi. "Nggak mau, gua bawa ini," ucapnya, dengan senyuman gigi rapi.
"Yaudah, gua ke kantin ya?" Ali berjalan ke arah pintu.
"Li, ke taman sama gua, yo?" ajak Sonata. Ali berbalik, kemudian sedikit menimang ajakan Sonata, "Tapi gue laper, mau makan dulu," tolaknya.
Sonata memutar bola matanya malas, "Ini aja, berdua sama gue. Ibu masakin gue terlalu banyak, mau nggak?" Ali mengangguk, kemudian menggandeng tangan Sonata menuju taman belakang, tidak, tepatnya kursi kecil yang tepat di bawah pohon rindang.
"Sini cepet ah, mana? Laper nih gua, buruan bukain Nat!" pinta Ali tak sabaran, perutnya memang bersuara saat ini.
"Ya elah, bawel banget dah, Ta." Sonata duduk, kemudian mulutnya bungkam, ia tidak sengaja mengucapkannya.
Ali juga terlihat kaku, ia tersenyum kecil. Tata, panggilan yang Sonata berikan untuk namanya, Alithatra, Tata. Dan, Sonata, Nata.
"Eh, sor ... sorry, hehe," ucap Sonata kemudian memberikan sekotak bekal yang di bawanya tadi.
"Em, santai aja sih, buat gue nih? Bener," tanya Ali, menggoyangkan kotak makanan itu.
"Ya udah, makannya aja."
Ali membuka kotak makan itu, kemudian memakannya lahap, sesekali melihat Nata yang termenung, matanya menatap lurus ke depan.
"Sonataaa."
Sonata menoleh, "Ap--" ucapannya terpotong karena Ali langsung memasukan sesendok bekal tadi.
Sonata mengelap bibirnya, menatap Ali malas. Selalu saja seperti ini, "Dih bego, dibilang gue gak laper," ucapnya.
Ali memeletkan lidahnya, "Di telen juga kan," ucapnya. Ali mengingat sesuatu, kalimat itu yang dua minggu lalu Prilly ucapkan, kala Prilly menyuapkan makanan ke Ali.
Ali tersenyum kecil, miris rasanya, saat rasa cintanya mulai tumbuh kepada Prilly, mengapa hubungannya hancur begitu saja.
"Gue ada denger, lo jadian sama orang, ya, Li?" tanya Sonata, memainkan ujung kukunya.
Ali menarik nafasnya berat, kemudian menutup matanya. Membuat dirinya sedikit rileks jika harus membahas hal ini. "Iya, udah putus."
"Lah kenapa? Bukannya cuma break?"
Ali mengindikkan bahunya, malas rasanya. "Gimana Ayah sama Ibu lo? Nat?" tanya nya.
Sonata tersenyum kecil, mata besarnya tersirat kesedihan. "Malem, Ayah dateng, cuma nyalahin Ibu. Ibu selalu bilang cerai ke Ayah, tapi Ayah belum ngejatuhin talak. Demi apa pun, gua rela Ibu pisah sama Ayah. Daripada Ayah selalu ambil hak kuasanya sendiri. Ibu serasa di munafikin tau nggak, Li. Ayah sering bawa perempuan, Ayah selalu nyikapin Ibu seolah babu di rumah," ucap Sonata, geraian rambutnya menutup setengah wajahnya, ia memejamkan matanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/161407603-288-k707377.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKE
FantasyKita satu dunia, namun duniaku sendiri lebih menyenangkan dari pada dunia kalian. Menyendiri, kelam, menunggu keajaiban. -Decyla Prillyestie Ragana. #2 ALONE [10/05/19] #3 SADLIFE [07/04/20] #3 aliandosyarief [28/10/20]