Broke-18

1.7K 151 0
                                    

Pagi ini, banyak genangan air di setiap persimpangan jalan, mungkin akibat hujan semalam. Matahari malu untuk menampakkan dirinya, terserang oleh mendungnya awan. Embusan angin membuat suasana menjadi sedikit dingin, jalan tidak terlalu ramai seperti biasanya.

Di sana, terlihat gadis remaja tengah membenarkan ikatan rambutnya, matanya membengkak, akibat nangis semalaman. Ia berjalan, dengan tatapan kosong, melewati sepanjang trotoar untuk sampai di sekolahnya. Ia malas untuk membawa kendaraan, ingin menikmati pagi, walau sendiri.

Rambut kuncir kudanya bergoyang-goyang, mengikuti irama langkah kakinya. Tidak ada senyuman di wajahnya, apalagi ucapan yang keluar dari mulutnya. Harapannya, pagi ini, dalam lembaran baru ini, ada rasa bahagia walau secuil, hanya harapan.

Siswa-siswi berdatangan, ada yang berjalan, dan membawa kendaraan. Melihat gerbang yang sebentar lagi tertutup, membuat ia harus sedikit mempercepat langkah kakinya. "Prilly!" Seseorang memanggilnya, membuat ia menoleh sekejap. "Kamu Prilly?" tanyanya lagi, Prilly mengangguk kemudian menyatukan alisnya. "Ini, ada titipan!"

Orang itu memberikan Prilly bingkisan kecil, "Dari dia--eh,Kok nggak ada? Pokoknya aku suruh ngasih ke kamu. Kenalin, aku Yora, yang jualan telur gulung di situ, tuh!" ucapnya. Prilly terkekeh, ia melihat penampilan Yora, seperti gelandangan, bajunya lusuh, yang membuat Prilly ikut miris. "Hai Yora, aku Prilly, terimakasih, ya." Prilly tersenyum, seraya menerima bingkisan itu.

"Pandanganku, kamu menyimpan kesedihan, benar?" Prilly tertegun, ia mengangguk kecil. Yora menepuk bahu Prilly, lalu tersenyum, "Jangan terlalu di pikirin! Kamu bisa nemuin aku di sana, ya. Nanti kita cerita-cerita. Udah, sana, kamu masuk sekolah!"

Prilly tersenyum tulus, apa ini pertanda ia mempunyai teman? Ah, entahlah, ia senang rasanya. "Sekali lagi, terimakasih Yora!" Prilly berlari, memasuki gerbang yang akan di gembok, satpam sekolah menggelengkan kepalanya kala melihat Prilly telat. Karena kasihan, ia membukakan pintu gerbang tersebut. "Salam, Pak!"

Ia berjalan menuju kelasnya, sudah ramai, namun guru mata pelajaran belum datang, membuat Prilly mengembuskan napasnya lega. "Erlangga mana?" gumamnya, ia tidak melihat Gio diantara siswa lain, padahal ia sangat ingin bercerita.

Di sisi lain, Gio sedang tersenyum, menatap Sonata yang berhasil mengikutinya, dengan sedikit paksaan. "Lo yang namanya Sonata?" Gio sedikit menyingkap rambut Sonata yang menghalangi pandangannya. "Mau ngomong apaan? Cepetan!" Sonata yang jengkel pun membalikkan wajahnya.

"Lo sadar lo udah nyakitin seseorang?" tanya Gio to the point, Sonata yang tidak mengerti pun maju selangkah, mengerinyitkan dahinya. "Maksud lo?"

Gio terkekeh, "Saran gue, mending lo udahan sama si--,"

"Sonata!"

Isal dan Reno berlari, menghampiri Sonata. "Um--ada rapat! Cepetan ke ruangan," ajak Reno, menarik tangan Sonata.

"Bangsat!" umpat Gio, mengganggu sekali. Padahal, setelahnya pasti Gio akan berhasil menjauhkan Sonata dari Ali.

"Lo mau ngapain, men?" tanya Isal memukul bahu Gio pelan, Gio berdecak, kemudian melangkah untuk meninggalkan Isal. Namun, buru-buru Isal tahan, "Lo mau bikin hubungan Sonata sama Ali putus? Abis itu Ali balik sama anak wanita penghibur? Well, usaha lo bakal gagal." Gio menatap Isal tajam, kemudian berlalu tanpa membalas ucapannya itu.

Gio menghampiri Prilly, yang sedang memainkan ponselnya di kursi depan, kemudian duduk di sebelahnya. "Gue gagal, Prill," ujarnya, matanya menatap ke depan. Prilly yang merasa tidak mengerti pun menatap Gio, "Apanya?"

"Gue gagal, ngejauhin Sonata dari Ali."

Prilly menggeleng, kemudian tertawa pelan. "Er, gue tau lo peduli sama gue, tapi nggak usah gitu juga. Lagian, gue udah biasa aja, kok." Prilly tersenyum, kemudian merapikan tasnya.

BROKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang