Dunia mengancamku untuk hidup, tanpa memiliki seorang teman.
Prilly menggelengkan kepalanya, rasa lapar di perutnya membuatnya susah untuk memejamkan matanya. Ia sudah mengubah posisi tidurnya kesana kemari, namun masih saja tidak ada posisi yang nyaman untuk di tempati.
Ia terduduk di samping ranjang, manyilakan kakinya lalu tangannya digunakan untuk menumpu wajahnya yang sudah lesu dengan rambut berantakan. Persetan dengan tidur siang terlalu lama tadi! Harusnya ia sadar bahwa jika ia tidur di tengah hari akan sulit untuk tidur pada waktu malam.
"Ah bego! Gue ga bisa tidur," gumam Prilly melemparkan salah satu bantal ke lantai. Ia menggesekkan kakinya ke sprai ranjang miliknya.
Apa ia harus keluar rumah? Ia merasa sangat lapar malam ini. Diingatnya ia belum makan tadi siang, karena keasyikan untuk tertidur.
Pasti maminya sedang ber-hura dengan teman temannya. Pasti semuanya melakukan hal tak lazim.
Ngga, lo ga boleh keluar Dewi batin Prilly mengatakan sebaliknya dengan hatinya. Ia harus keluar, mencari makan di gang depan.
Prilly mengambil sweater yang kebesaran di belakang pintu, ia memakai celana pendek malam ini. Jadi, sweater itu mampu untuk melindunginya dari dinginnya malam. Lalu mengambil sebuah kupluk maroon di kaitan atas nakas, serta ponsel yang ia kantungkan di dalam saku nya.
Semoga Mami gak liat batin 'nya.
Prilly membuka pintu kamarnya pelan, lalu melihat ke arah bawah. Yang lumayan ramai wanita tidak punya harga diri disitu. Sebab, sekaya apapun, se stylish apapun wanita itu, jika tidak bisa menjaga harga diri dan martabatnya akan selalu dianggap sampah oleh orang berprikemanusiaan.
Prilly menghembuskan nafasnya kasar, saat ia tiba di ujung tangga terakhir. Menatap nanar kearah kamar Maminya, yang tertutup rapat.
Prilly memejamkan matanya saat mendengar suara yang keluar dari kamar Maminya. Pasti Maminya sedang melakukan hal keji tersebut dengan Om-om yang haus akan belaian. Apa Prilly boleh memilih seorang Ibu sebelum di lahirkan?
Tentu saja tidak, semua tidak akan tahu dimana ia akan dilahirkan oleh rahim sesosok Ibu nya. Apa ia harus bersyukur? Tidak, setidaknya harus mensyukuri apa yang telah di tetapkan. Apa Prilly juga harus mensyukuri mempunyai Ibu yang seperti ini?
Ia masih terdiam diri di depan kamar Daisy. Rasanya, ia ingin mendobrak pintu dan memaki siapa saja yang berhubungan seenaknya dengan Maminya. Namun, pernah ia melakukan seperti itu tetapi sang Ibu malah memarahinya. Apa yang di lakukan Prilly salah?
Kelakuan Mami Prilly tidak lebih dari seorang jalang yang selalu hadir di semua club malam. Bahkan sama derajatnya dengan wanita yang menyerahkan dirinya kepada lelaki buaya, lebih tepatnya rela menjadi korban one night stand pria-pria yang harus dimusnahkan itu.
Prilly merasakan ada yang mencengkal tangannya, membuat tubuhnya tergeser sedikit. Mampus.
"Kamu Prilly kan? Ngapain disitu?" Tanya salah satu teman Maminya yang berpakaian seolah tak berniat itu.
Prilly menggelengkan kepalanya, lalu melepas pelan tangan wanita tadi. Namun, wanita itu kembali menarik tangan Prilly ke tengah-tengah pesta yang di adakan.
"Wah, itu anaknya Daisy ya?" ujar salah satu pria yang sedang merangkul mesra bokong wanita di sampingnya.
"Ayo sini duduk," ajak perempuan yang terduduk di hadapan minuman keras dengan berbagai botol
"Nggak, aku mau keluar," tukas Prilly bangkit dari duduknya.
"Ayo, ini cobain deh," timpal lelaki berhidung belang menyodorkan secangkir minuman berwarna ungu di gelas bening.
Prilly menutup mulutnya, tidak-tidak. Jangan sampai, Ya Tuhan jangan sampai sekalipun lengannya menyentuh minuman haram tersebut. Apalagi bibirnya, jangan sampai, minuman yang amat sangat ia jauhi dari dulu kala.
"Ayo, nggak apa-apa. Ini rasanya biasa aja kok," ucap wanita yang tadi menariknya ke kerumunan ini.
"Sok-sok-an gak mau, ibunya aja udah jadi jalang. Anaknya gak bakal jauh dong sama ibunya hahaha," celetuk satu orang yang membuat yang lain tertawa. Sebuah ucapan yang mampu membuatnya panas, ia tak terima apa yang wanita itu ucapkan. Termasuk ucapan tadi, menyudut ke Ibunya. Wanita itu telah menghina Ibunya.
Suara pecahan gelas membuat aktivitas semuanya terhenti. Gelas seorang pria yang tadi di sodorkan kepadanya sudah ancur tak berbentuk di lantai. Sontak semuanya menatap ke arah Prilly.
Prilly berdiri, maju selangkah. Menatap nyalang orang yang tadi berani menghina mami-nya. "Tante gak berhak ngatain Maminya aku kayak gitu ya! Aku ini anaknya, aku gak terima sama ucapan tante yang seolah bilang mami itu murahan!" gertak Prilly murka.
"Eh, Gi? Emang tadi aku bilang Daisy murahan ya? Perasaan nggak deh haha," ucap wanita tadi tanpa dosa menanyakan ucapan nya kepada salah satu temannya, langsung dibalas anggukan.
"Senggaknya, intropeksi diri dulu sebelum ngatain Mami! Jangan seolah nganggep diri paling bener dari yang lain. Terus kenapa kalian masih mau temenan sama Mami? Jelas-jelas hinaan kalian udah kalian liat sendiri! Kenapa hah?" sambung Prilly dengan nafas terengah-engah.
"Aku gak terima mami aku dikatain sama tante itu! Minggir kalian!" ucap Prilly menunjuk wanita tadi dengan mata yang tajam.
Saat ia berhasil keluar dari kerumunan itu, ia di kejutkan oleh sang Maminya yang sedang menatapnya datar, disusul seorang pria di belakangnya.
Plakk
Suara tamparan membuat semuanya kembali terfokus pada satu titik, dimana Daisy-Mami Prilly sedang menamparnya. Prilly menggelengkan kepalanya pelan, sembari satu tangan nya untuk memegang pipinya.
"Mami," lirih Prilly karena merasakan ngilu di bagian pipinya.
"Apa yang kamu lakukan? Ngancurin pesta saya lagi? Hah!" ucap Mami Prilly berteriak.
"Udah, kasian Dais, sakit kayaknya," ucap seorang perempuan yang menarik Prilly tadi.
"Kurang ajar kamu ya! Bukannya Mami udah bilang buat gak usah keluar kamar malam ini? Dasar! Gatau diri," gertak Mami Prilly langsung menyeret Prilly melewati tangga untuk sampai ke kamarnya.
Ingin sekali Prilly menangis saat ini, tentu saja Prilly sudah merasakan bagaimana ditampar seorang Ibu di depan teman-temannya. Padahal niat Prilly baik, ia tak ingin maminya di hina dengan kata 'jalang'. Sekaligus ia merasakan bagaimana dicaci oleh ibu kandung-nya dengan ucapan 'gak tau diri' ia perih saat kata itu terlontarkan begitu saja.
Sesampainya dikamar, mami Prilly menghempaskan nya ke ranjang. "Mami," lirih Prilly pelan.
"Apalagi kamu? Decyla, Mami gak tau lagi ya harus gimana! Mami bilang jangan keluar ya jangan! Ganggu acara aja. Lagian buat apa kamu ke bawah hah? Udah dibilang--"
"Aku gak ngancurin pesta Mami, aku keluar buat cari makan Mi! Aku laper--awws. Aku ditarik sama temennya mami buat ikut mereka! Dan Mami tahu apa yang mereka bilang soal Mami? Salah satu temennya Mami bilang Mami itu jalang!"
"Berani banget kamu bilang Mami jalang hah?" geram Daisy mencengkram erat dagu Prilly, yang membuat Prilly kembali terisak.
Kenapa dengan Maminya? Apa Maminya tidak megerti ucapannya? Ia tak mengatakan Maminya seorang jalang, temannya jelas? Temannya.
Ia tak mau berfikir negatif tentang maminya, yang ia yakini Maminya sekarang dalam pengaruh alkohol.
"Udah diam! Sekali lagi kamu keluar kamar, kamu angkat kaki dari rumah ini Prilly!" ancam Mami Prilly lalu menutup pintu kamar Prilly keras.
Prilly menundukkan kepalanya, ia menumpahkan tangisnya di belakang pintu. Yatuhan, jika kau memberi Prilly dua pilihan tentang ikut Papinya ke sana atau tetap disini dengan maminya ia amat ingin memilih pilihan pertama.
"Pa--Papi," gumam Prilly lirih, matanya membengkak. Prilly terus terisak sampai ia tertidur di belakang pintu kamarnya.
Ia berharap, malaikat baik akan menyadarkan Maminya esok pagi, dan mengembalikan Papinya untuk di sampingnya.
Hadapilah masalah, jangan hanya pasrah. Katakan, bahwa pendapatmu benar-benar tidak salah.
VOTE & KOMEN DONG!
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKE
FantasiKita satu dunia, namun duniaku sendiri lebih menyenangkan dari pada dunia kalian. Menyendiri, kelam, menunggu keajaiban. -Decyla Prillyestie Ragana. #2 ALONE [10/05/19] #3 SADLIFE [07/04/20] #3 aliandosyarief [28/10/20]